PILIHAN
+
UIR Salurkan Bantuan ke Warga Rumbai Terdampak Banjir
Dibaca : 122 Kali
Rektor UIR Prof Syafrinaldi: Mimpi Kami Masih Besar Lagi
Dibaca : 225 Kali
IZI Bersama Kanwil DJBC Riau Berbagi Paket Sembako di Cinta Raja
Dibaca : 215 Kali
PSU Siak Butuh Anggaran Hampir Setengah Miliar Rupiah
Dibaca : 237 Kali
Terkait Mutasi Pejabat Eselon III dan IV di Pemprov Riau
Djohermansyah: Tidak Ada yang Salah Atau Mesti Dipersoalkan

Pakar Otonomi Daerah Prof Dr Djohermansyah Djohan MA.
Pekanbaru, Hariantimes.com - Mutasi 500 pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau belum lama ini memunculkan pro dan kontra bagi sejumlah elemen masyarakat.
Di satu sisi, heboh dan viralnya pelantikan 500 pejabat eselon IV dan III di Riau ada nilai positif untuk koreksi kebijakan.
Tapi sayangnya, tidak berdasarkan pengetahuan yang memadai tentang dunia birokrasi pemerintahan. Bisa juga (viralnya berita mutasi pejabat Riau) kemungkinan karena efek Pilkada dan belum kunjung move on.
Menyikapi hal itu, Pakar Otonomi Daerah Prof Dr Djohermansyah Djohan MA dalam perbincangan lewat telepon dengan wartawan, Selasa (14/01/2020) petang kemarin menegaskan, tak ada yang salah dan harus dipermasalahkan terkait Mutasi 500 pejabat eselon III dan IV tersebut. Sebab, tidak ada aturan yang dilanggar ataupun bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam penetapan pejabat baru tersebut.
"(Menurut saya), semuanya sudah sesuai aturan, prosedur dan mekanisme. Jadi tidak yang salah atau mesti dipersoalkan dengan pengangkatan pejabat eselon IV dan III di Pemerintahan Provinsi Riau," tegas mantan Dirjen Otda Kemendagri tersebut.
Memang sebut Pak Djo, begitu mantan Pejabat Gubernur Riau ini akrab disapa, pengangkatan pejabat eselon III dan IV tidak melalui pansel seperti eselon I dan II. Tapi tetap ada assesment dengan syarat-syarat, kompetensi, pengalaman atau jam terbang serta kemampuan manajerialnya.
"Jadi orang-orang yang akan dilantik itu ada penilaiannya. Terutama yang berperan dalam hal ini adalah Badan Kepegawaian Daerah," terang Pak Djo.
Penilaian itu, menurut Djohermansyah, kalau dilakukan secara objektif, tidak melihat asal usul atau karena hubungan perkawinan, pertalian darah baik dengan pejabat BKD, Sekda maupun gubernur, tentu akan dianggap normal dan sudah sesuai aturan.
"Jadi siapapun kalau sudah memenuhi persyaratan-persyaratan secara normatif, tidak ada pelanggaran dan tidak sedang menjalani hukuman atau tidak ada catatan, maka boleh menduduki jabatan itu," tegas Djohermansyah.
Apalagi sampai saat ini, sebut Djohermansyah, belum ada aturan dalam dunia pemerintahan yang mengatur tentang hubungan keluarga, pertalian darah atau kekerabatan seperti lembaga korporasi.
"Misalnya kalau di perbankan, tidak boleh suami atau isteri yang bekerja dalam unit organisasi yang sama. Nah, di dunia pemerintahan belum ada aturan itu," katanya.
Sebagai birokrat senior yang menempati banyak jabatan strategis di pemerintahan, Djohermansyah mengaku, banyak menemukan perlakuan tidak fair terhadap pejabat karir, berprestasi dan berpengalaman akibat isu nepotisme maupun politik dinasti. Misalnya, tentang seorang asisten I Bidang Pemerintahan di Sultra yang disorot publik, sementara hasil seleksi yang dilakukan tim pansel menempatkannya di urutan pertama dari tiga calon Sekdaprov setempat.
"Ada hal yang harus kita maklumi bahwa orang yang sudah berkarir di birokrasi, jangan diperlakukan tidak adil ketika ada kakak atau saudaranya menjadi pejabat politik seperti gubernur, bupati atau walikota. Mesti dilihat secara baik dan cermat sehingga fair menilainya. Jangan langsung dicap sebagai nepotisme," kata Djohermansyah mengingatkan.
Nepotisme sendiri beda dengan politik dinasti yang kini banyak dialamatkan kepada Gubernur Syamsuar maupun Sekdaprov Riau Yan Prana Jaya.
Menurut Pak Djo, politik dinasti itu berkaitan dengan seorang Gubernur, Bupati maupun Walikota setelah dua kali menjabat kemudian "mewariskan" jabatannya kepada anaknya yang baru tamat kuliah.
"Atau isterinya yang tidak jelas sekolahnya, tiba-tiba dari ketua tim PKK lalu maju menggantikan posisinya sebagai Gubernur, Bupati atau walikota. Itu patut dipersoalkan," kata Djohermansyah.(*)
Tulis Komentar