Mural Pekan Budaya Melayu Serumpun 2025 Semarakkan Hari Jadi Provinsi Riau ke-68

Pekanbaru, Hariantimes.com - Pekan Budaya Melayu Serumpun 2025 yang dihiasi warna cerah dan garis-garis penuh makna menyemarakkan hari jadi Provinsi Riau ke-68.
Di tengah area pameran, deretan papan multiplex berukuran 2,4 x 2,4 meter berdiri gagah, menjadi kanvas bagi para seniman mural yang menuangkan kreativitas.
Sejak siang hingga malam, warga datang silih berganti, berhenti sejenak, lalu mengangkat ponsel mereka. Ada yang berpose santai, ada pula yang sengaja menyesuaikan outfit agar senada dengan warna mural. Tak sedikit yang rela menunggu giliran demi mendapatkan sudut terbaik
Mural yang memadukan motif Melayu, ikon sejarah Riau dan sentuhan artistik modern menjadi latar favorit para pengunjung. Setiap lukisan dinding bagaikan cerita terbuka yang siap dibaca melalui kamera.
Tahun ini, lomba mural mengangkat tema Melayu Serumpun Satu Warisan, dengan partisipan sebanyak 20 tim, jumlah yang sama seperti tahun lalu. Tiap tim beranggotakan maksimal tiga orang.
Ketua Juri Mural Pekan Budaya Melayu Serumpun, Arnindo, mengatakan kegiatan tersebut dilakukan tentu sebagai cara seniman untuk menyemarakkan HUT Riau dan juga menceritakan proses seleksi peserta dimulai jauh sebelum lomba dimulai.
“Awalnya, kita menerima karya awal yang dikirim lewat email Dinas Pariwisata Riau. Dari situ, kita pilih 20 tim terbaik untuk berkompetisi langsung di lokasi. Mereka punya waktu dari pukul 08.00 hingga 18.00 WIB untuk menyelesaikan muralnya,” ujarnya, Sabtu (09/p8/2025).
Arnindo menegaskan, mural bukan sekadar lukisan dinding, tetapi juga bagian dari subsektor ekonomi kreatif. Karya-karya itu, katanya, bisa menjadi media promosi yang unik.
“Pengunjung bisa berfoto di depan mural. Itu sudah jadi bentuk pemasaran wisata sekaligus mengenalkan kebudayaan kita," tegasnya.
Dijelaskan, tahun ini unsur tradisi dan kearifan lokal Melayu begitu kental. Warna kuning mendominasi hampir semua karya, melambangkan kejayaan Melayu. Gambar siluet adat istiadat hingga motif ornamen tradisional memperkaya visual. Beberapa karya menampilkan tokoh cerita rakyat dan ikon sejarah Riau, seperti Lancang Kuning, Silat Kampar, hingga Istana Siak.
"Sejauh ini unsur tradisi Melayu terlihat jelas, dari pilihan warna hingga visualnya. Ada adat istiadat dan bahkan banyak yang bercerita lewat tokoh rakyat serta peninggalan sejarah Riau," jelasnya.
Beda dari tahun lalu, lomba mural kali ini diikuti seluruh WNI, namun tanpa peserta dari luar provinsi. Meski begitu, ada kejutan yang menyenangkan yaitu antusiasnya peserta muda dari anak sekolah.
“Banyak pelajar yang ikut, bahkan bersama gurunya. Ini tanda mural sudah digemari anak-anak,” kata Arnindo sambil tersenyum.
Arnindo menambahkan, mural sejatinya juga bisa menjadi ajang kampanye menyampaikan pesan, mendukung atau mengkritisi kebijakan dengan cara kreatif. Bagi Arnindo, ini adalah panggung untuk memperkenalkan bahwa Riau punya seniman mural dengan gaya khas Melayu.
“Kita ingin mempromosikan wisata dan budaya Riau lewat visual, bukan hanya lewat kata-kata. Ya, seperti yang dilakukan sekarang ini," lanjutnya.
Selain di kanvas, promosi budaya itu kini juga merambah dunia digital. Arnindo menyebut Instagram dan TikTok sebagai media penting untuk mempopulerkan karya.
“Visualnya kita bawa ke dunia maya, supaya orang di luar sana tahu kalau Riau punya identitas visual yang kuat,” tambahnya.
Namun, tak semua berjalan mulus. Tantangan tahun ini datang dari cuaca yang sulit diprediksi. Tidak ada tenda pelindung seperti tahun sebelumnya karena pertimbangan estetika acara.
“Kadang panas, kadang hujan. Itu bikin seniman harus ekstra hati-hati,” tuturnya.
Puncak lomba mural berlangsung meriah ketika pemenang diumumkan di panggung utama pada Jumat sore. Juara pertama diraih tim Ranjiskan, disusul tim Cak Winda di posisi kedua, dan tim Bang Alza di posisi ketiga. Hadiah tahun ini juga meningkat, Rp10 juta untuk juara pertama, Rp7,5 juta untuk juara kedua, dan Rp5 juta untuk juara ketiga, semuanya ditambah piala dan sertifikat.
Arnindo berharap ingin menjadikan Riau, khususnya Pekanbaru sebagai kota yang bercerita lewat warna dan bentuk. Arnindo, membayangkan setiap sudut kota mampu menyapa warganya melalui dinding yang hidup. Tidak sekadar gambar hiasan, tetapi karya seni yang memuat identitas, sejarah, dan kebanggaan Melayu.
"Harapan memang kita pengen melihat Riau, khusunya Ibu Kota Pekanbaru dikenal sebagai kota yang visual. Jadi karena kita juga makhluk visual, pengen menggambarkan Melayu ini dengan suatu karya seni dan gambar tanpa menjelaskan dengan kata-kata," harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rahmat yang juga Ketua Panitia Penyelenggara Pekan Budaya Melayu Serumpun menjelaskan, pihaknya selalu memberikan ruang untuk para seniman. Terlebih, pada momentum HUT Riau, keberadaan mural itu sebagai bagian dari ruang ekspresi bagi generasi muda.
Menurutnya, karya seni ini menjadi cara kreatif untuk memperkenalkan wisata Riau dan kekayaan budaya Melayu kepada masyarakat luas.
“Mural ini bukan sekadar hiasan dinding, tapi media komunikasi visual yang kuat. Lewat gambar, kita bisa bercerita tentang sejarah, tradisi, dan jati diri Riau dengan cara yang segar. Sekaligus dari sinilah juga menggambarkan wisata Riau yang mudah diterima masyarakat,” jelas Kadispar Roni.
Ia menilai, pengembangan mural sebagai subsektor pariwisata sejalan dengan tren wisata urban yang tengah berkembang. Dengan konsep mengangkat budaya Melayu, mural di Riau bisa menjadi rute wisata baru yang menghubungkan berbagai titik seni di ruang publik.
"Wisata itu bukan hanya alam, tapi juga visual culture. Mural bisa jadi spot foto ikonik yang mendorong orang datang, memotret, lalu membagikannya di media sosial. Efek promosi seperti ini nilainya sangat tinggi." pungkasnya.(*)
Tulis Komentar