Kanal

Dugaan Penyalahgunaan BLT-DD, Perangkat Desa Jalur Patah Ikut Jadi Penerima

Teluk Kuantan, HarianTimes.com - Dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) terus menjadi buah bibir ditengah masyarakat. Pasalnya hal ini tampak lemah tak ada sanksi bagi penyalahguna diberikan, baik pemerintahan yang menyalurkan maupun penerima tersebut.

Padahal itu sudah dijelaskan dengan terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang diteken Presiden Jokowi pada 31 Maret 2020 lalu.

Dimana diingatkan kepada pejabat pemerintahan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah hingga level desa yang diberi amanat mengelola dana ini mesti hati-hati dan tidak menyalahgunakan kewenangannya agar penggunaannya tepat sasaran.

Sebagaan diketahui ada ancaman pidana hukuman mati bila menyalahgunakan dana tersebut jika dilakukan dalam keadaan bencana, seperti yang terjadi saat ini, dengan status darurat kesehatan masyarakat dan bencana nasional akibat wabah pandemi Covid-19.

Ancaman pidana mati ini diatur UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengancam hukuman pidana mati bagi pelaku korupsi dalam keadaan tertentu.

Sementara pada Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Dalam penjelasannya frasa “keadaan tertentu” itu sebagai pemberatan hukuman jika korupsi dilakukan, diantaranya dalam keadaan bencana alam nasional, negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

"Semuanya jelas, tidak ada aturan yang membenarkan bahwa perangkat desa atau yang satu KK dengan nya bisa menerima bantuan tersebut. Sudah ada ketentuan yang jelas, jangan dilanggar lagi," kata sumber HarianTimes.com pada Selasa (9/6/2020) yang sengaja tidak disebutkan namanya itu demi keselamatannya.

Hal itu juga dikuatkan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Dana Desa Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2020.

Pasal 42 UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan bahwa setiap orang yang memalsukan data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.

Dan ketentuan pidana dalam pasal 43, dimana setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Kemudian adanya Surat Edaran KPK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Data Non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat.

Ditamba lagi dengan harus berpedoman kepada Surat Edaran Kemendes 9/pri/IV/2020 tentang petunjuk teknis keluarga calon penerima BLT Dana Desa. Pada angka 4 dan 5 bahwa Calon penerima BLT-DD adalah keluarga miskin (KK) yang terdapat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang kehilangan mata pencaharian, terdapat anggota keluarga berpenyakit kronis/menahun, non PKH, dan non BNPT;

Sekedar untuk diketahui, jika ditemukan keluarga miskin sebagaimana poin (d) tetapi tidak masuk di dalam DTKS, maka bisa ditambahkan untuk pemutakhiran DTKS.

"Kita berharap, Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMD) agar bisa menanggapi hal ini, jangan tunggu laporan dulu dan jangan sampai ke ranah hukum nantinya. Karena hal ini jelas sangat besar sanksi nya," tutupnya.*

Berita Terkait

Berita Terpopuler