Dr Imran Al Ucok Terpilih sebagai Ketua Umum IKA Unilak 2025-2029
Mendagri: SPM Awards 2025 Bukti Nyata Negara Hadir Untuk Rakyat
Cuaca Ekstrem, Moqsith: Kami Imbau Jemaah Untuk Wukuf di Dalam Tenda
Tim KSB Rumah Sunting Berliterasi di Rumah Baca Datuk Sati Diraja
Survei pada Maret 2022, Baru 60 Persen Warga Mengerti Soal Peralihan dari TV Analog ke Digital

Pekanbaru, Hariantimes.com - Program Analog Switch Off (ASO) atau penghentian siaran televisi analog adalah satu dari sekian upaya pemerintah dalam percepatan digital dilakukan khususnya di sektor pertelevisian Indonesia.
Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang tergolong lambat dalam peralihan TV analog ke digital bila dibandingkan negara-negara di Asia Pasifik lainnya. Sehingga diperlukan berbagai terobosan dilakukan sebagai upaya percepatan.
Salah satunya melakukan sosialisasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat terkait ASO atau transmigrasi TV analog ke TV digital.
Terkait upaya ini, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ,(Kemenkominfo) RI bekerjasama dengan Tim Pokja Edukasi dan Komunikasi Publik Analog Switch Off (ASO).
“Sosialisasi telah dilakukan dengan cukup masif agar secara bertahap warga beralih dari TV analog ke digital. Namun nyatanya tidak semua warga mengerti dan sadar akan pentingnya transmigrasi analog ke digital ini. Survei pada Maret 2022 menunjukkan baru 60 persen warga yang mengerti soal peralihan dari TV analog ke digital,” ungkap Staf Khusus Menteri Kominfo Rosarita Niken Widiastuti saat bimbingan teknis (bimtek) Journalist Fellowship Media Online, Senin (23/05/2022).
Hadir selaku narasumber dalam Bimtek Journalist Fellowship ASO yang dilaksanakan secara daring melalui zoom itu Direktur Penyiaran Ditjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Geryantika Kurnia, Direktur Pengembangan Pita Lebar Ditjen PPI Kemenkominfo Marvel Sitomorang dan akademisi pertelevisian Indonesia Agus Sudibyo. Sementara hadir pula perwakilan PWI Nurjaman Muchtar, Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut dan perwakilan dari JMSI Mahmud Marhaba.
Disebutkan Niken, di Jerman pada 2009 sudah beralih ke digital. Singapura, Malaysia dan Brunei pada 2019 lalu. Indonesia dan Timor Leste memang yang terlambat untuk kawasan Asia Pasifik. Karena alasan itulah, pihaknya menggandeng organisasi pers dan media seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) untuk memberikan pencerahan dan atau pemahaman terkait keunggulan tv digial.
“Masyarakat mengira bahwa tv digital berbayar, pakai kuota internet. Tidak. Bahkan untuk keluarga miskin tidak perlu membeli Set Top Box atau penangkap siaran tv digital, tapi Set Top Box atau STB akan diberikan secara gratis by name by adress sesuai data yang ada. Keuntungan siaran tv digital ketimbang analog adalah tayangan tv digital lebih bersih, suaranya tanpa noise, lebih banyak kanal dan tentu perangkatnya juga terjangkau,” sebut Niken.
Menanggapi pertanyaan wartawan peserta bimtek pada sesi tanya-jawab terkait fungsi kontrol jurnalis/media, Niken menyatakan, kerjasama Fellowship ASO tidak menutup fungsi kontrol media berupa kritik konstruktif.
“Jadi kerjasama ini pada prinsipnya tidak mengikat. Silakan kalau ada yang mau dikritik, tapi tolong dengan bahasa yang tak mencaci atau memojokkan. Kalau ada yang kurang pas, mohon cepat beritahu kami sehingga kami cepat melakukan pembenahan,” tandasnya.
Dijelaskan, saat ini pihak Kemenkominfo telah melakukan penghentian tv analog secara bertahap. Dimana tahap pertama telah dilakukan pada 30 April 2022 di 56 wilayah layanan, selanjutnya tahap kedua akan dilakukan pada 25 Agustus 2022 di 31 wilayah dan terakhir pada 2 November 2022 di 25 wilayah se Indonesia.
Untuk diketahui, peralihan tv analog ke digital mendapat respon positif dari pihak organisasi media. Respon positif itu disampaikan Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan SMSI Retno Intani.
“Perubahan ke dunia digital sudah tidak bisa ditolak lagi saat ini, harus diterima secara adaptif dan ini juga sekaligus sebagai tantangan media online untuk lebih meningkatkan kualitasnya,” ucap Retno.(*)
Tulis Komentar