PILIHAN
+
Penggunaan Gelar Non-Akademik Oleh Advokat

Abdul Heris Rusli SH MH bersama Prof DR Ellydar Chaidir SH MHum dan Prof DR Sudi fahmi SH MHum.
Disusun Oleh: Abdul Heris Rusli SH MH
BAB. 1 Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum.
Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
1. Definisi advokat dalam Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan, "Advokat sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini".
2. Pada Pasal 1 huruf b dijelaskan secara definitif yang dikategorikan sebagai jasa hukum adalah konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.
3. Dalam melaksanakan profesinya, Advokat terikat pada peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dan Kode Etik Advokat Indonesia sebagai pedoman etika profesi Advokat termasuk Sumpah Profesi Advokat.
Oleh karena itu, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, sertia setia dan menjunjung tinggi Undang-Undang Advokat dan Kode Etik serta Sumpah Profesi Advokat.
---------------------------------
1. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Nomor 49 Tahun 2003, TLN Nomor 4288.
2. Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Nomor 49 Tahun 2003, TLN Nomor 4288.
3. Azmi Syahputra, “Fungsi dan Kedudukan Advokat Sebagai Penegak Hukum dan Penemu Hukum dalam Sistem Peradilan Pidanaâ€, Jurnal Hukum Prioris Universitas Trisakti, Vol. 4 No. 3 Tahun 2015, hlm. 280.
----------------------------------
Seorang Advokat, sebelum dapat diangkat dan disumpah menjadi Advokat harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (untuk selanjutnya disebut PKPA) yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. Bukan hanya mengikuti PKPA, untuk dapat diangkat menjadi Advokat juga harus memenuhi syarat ayat (1) Undang--syarat yang telah ditetapkan sesuai dengan Pasal 3 Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. syarat dan telah diangkat serta disumpah, barulah seorang A Setelah dianggap memenuhi dvokat dapat membuka kantor hukumnya sendiri. Tidak hanya sebagai pembela kepentingan kliennya, beberapa Advokat juga melakukan pekerjaanpekerjaan lain seperti legal auditor, dan beberapa diantara Advokat tersebut juga mencantumkan gelar Certified Legal A bukan merupakan gelar akademik yang dida uditor (C.L.A) pada namanya, dimana C.L.A pat dari suatu perguruan tinggi, melainkan yang gelar yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan khusus profesi. Dari latar belakang masalah diatas, Penulis menemukan perm Penulis tuangkan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah seorang Advokat boleh menggunakan gelar Nonasalahan yang kemudian Akademik pada namanya?
BAB. 2 Pembahasan
Penggunaan Gelar Non Akademik oleh Advokat
Menurut Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan tinggi disebut Kepmendikbud RI No 036/U/1993) (selanjutnya , yang dimaksud dengan gelar akademik adalah: "Gelar akademik adalah gelar yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik". Maka selain gelar yang diberikan perguruan tinggi, akademik. Gelar nonia dapat diklasifikasikan sebagai gelar non akademik secara singkat dapat diartikan sebagai gelar yang didapat dari pendidikan profesi, pemberian dari masyarakat, ataupun dari keagamaan. Gelar nonakademik dapat dipakai oleh setiap orang, tidak terkecuali seorang Advokat. Seorang Advokat yang menggunakan gelar nonakademik baik karena telah m atau denyelesaikan suatu pendidikan profesi iberikan oleh masyarakat, sama sekali tidak bertentangan dengan Kode Etik Advokat atauapun Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebab Penulis tidak menemukan pelarangan penggunaan gelar nonakademis UndangUndang Advokat, ataupun peraturan perundangbaik dalam Kode Etik Advokat, undangan yang lainnya.
Namun, perlu dijelaskan bahwa seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi tidak mendapatkan gelar, baik akademis maupun nonakademis, melain sebutan profesi. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) kan ia mendapatkan, ayat (2), dan ayat (3) Kepmendikbud RI No 036/U/1993 , yang Ayat (1): "menyebutkan : Seorang Sarjana yang telah menyelesaikan program pendidikan keahlian untuk profesi tertentu, berhak menggunakan sebutan profesi Ayat (2): “ ."Jenis sebutan profesi adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran III.†Ayat (3): “Jenis sebutan profesi dan bidang keahlian yang belum tercantum pada lampiran III akan diterapkan oleh Direktur Jenderal dengan memperhatikan usul dan pertimbangan prganisasi profesi yang diakui Pemerintah.â€
Sehingga, apabila seorang sarjana hukum yang sudah menyelesaikan program pendidik an keahlian profesi, maka ia berhak menggunakan sebutan untuk profesi tersebut. Dalam Lampiran III Kepmendikbud RI No 036/U/1993, untuk sarjana hukum profesi yang berhak menggunakan sebutan profesinya yaitu Notaris dan Pengacara.
Namun tidak menutup kemung kinan profesiprofesi hukum lainnya juga dapat menggunakan sebutan profesi, sepanjang profesi tersebut diterapkan oleh Direktur Jenderal dan diakui oleh Pemerintah (ayat 3).
Berbeda dengan apabila seorang Advokat mendapatkan gelar non masyarak at dan mencantumkan gelar tersebut pada namanya, maka menurut Penulis pencantuman tersebut tidak bertentangan dengan Kode Etik Advokat ataupun UndangUndang Advokat, selama pencantuman gelar non ambiguitas atau bermakna akademis tersebut tidak menimbulkan dua, sehingga dapat merugikan kliennya ataupun orang lain yang dapat berujung pada tindak pidana penipuan dan berakhir pada pelanggaran kode etik advokat.
BAB 3. Penutup
Kesimpulan
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang , undang. Dalam memberikan jasa hukum, Advokat dapat melakukan konsultasi hukum, bantuan hukum, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum untuk kepentingan hukum kliennya. Tidak hanya sebagai pembela kepentingan kliennya, beberapa Advokat juga melakukan pekerjaanpekerjaan lain seperti legal auditor, dan beberapa diantara Advokat tersebut juga mencantumkan gela Certified Legal Auditor r (C.L.A) pada namanya, dimana C.L.A bukan merupakan gelar akademik yang didapat dari suatu perguruan tinggi. Gelar akademik menurut Kepmendikbud RI No 036/U/1993 adalah gelar yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi yang meny elenggarakan pendidikan akademik. Maka selain gelar yang diberikan oleh perguruan tinggi, ia dapat diklasifikasikan sebagai gelar nonakademik. Seorang Advokat yang menggunakan gelar akademik, baik karena telah menyelesaikan suatu pendidikan profesi atau d iberikan oleh masyarakat, sama sekali tidak bertentangan dengan Kode Etik Advokat atauapun Undang tentang Advokat.Undang Nomor 18 Tahun 2003 Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi tidak mendapatkan gelar, baik akademis maupun nonakademis, melainkan ia mendapatkan sebutan profesi. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Kepmendikbud RI No 036/U/1993. Sehingga, apabila seorang sarjana hukum yang sudah menyelesaikan program pendidikan keahlian profesi, maka ia berhak me nggunakan sebutan untuk profesi tersebut. Termasuk profesi Advokat ataupun Advokat yang telah menyelesaikan pendidikan profesi khusus lainnya. Namun, apabila seorang Advokat mendapatkan gelar non akademis dari masyarakat dan mencantumkan gelar tersebut namanya, maka menurut Penulis pencantuman tersebut tidak bertentangan dengan Kode Etik Advokat ataupun Undang-Undang Advokat, selama pencantuman gelar nonakademis tersebut tidak menimbulkan ambiguitas atau bermakna dua, sehingga dapat merugikan kliennya ataupun orang lain yang dapat berujung pada tindak pidana penipuan dan berakhir pada pelanggaran kode etik advokat.(*)
Tulis Komentar