Pekanbaru, Hariantimes.com - Selama ini ada asumsi, jika bahasa yang digunakan wartawan memiliki kaidah tersendiri, yakni bahasa jurnalistik.
Padahal, di Indonesia hanya ada 3 bahasa yakni Bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing. Jadi tidak ada bahasa jurnalistik, bahasa hukum, bahasa politik dan lainnya.
"Karena itu, dalam penulisannya harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)," ucap Kepala Balai Bahasa Riau, Drs Songgo Siruah MPd pada kegiatan penyuluhan bahasa bagi insan media massa se Kota Pekanbaru yang ditaja Balai Bahasa Riau, di Meeting Room Ayola Hotel, Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Selasa (16/09/2019).
Dikatakan Songgo, kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi insan pers atau wartawan yang sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia. Dengan adanya kegiatan ini, kaidah bahasa Indonesia menjadi bagian yang tidak terpisahkan di kalangan wartawan di Riau, khususnya Pekanbaru.
â€Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan teman-teman wartawan dapat memberikan pendidikan tentang kaidah berbahasa Indonesia bagi masyarakat luas,†pesan Songgo seraya mengungkapkan, ada dua sisi yang bertentangan dalam industri media massa. Dalam prakteknya, media massa sebagai alat kontrol dan sebagai salah satu lembaga pendidikan seringkali tidak memaksimalkan kaidah berbahasa Indonesia. Alasannya, bahasa Indonesia kaku dan kurang diminati pembaca. Di sisi lain, industri media massa mengacu kepada keuntungan untuk membiayai keberlangsungan media.
"Kita berharap akan membawa pencerahan bagi kalangan wartawan dalam penggunaan kaidah bahasa Indonesia di media massanya. Tetapi tetap diminati oleh pembaca," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Raja Yoserizal Zen SSos MSnbmengatakan, banyak peraturan yang saling terkait mengatur berbahasa Indonesia. Namun pada prakteknya di lapangan, masih banyak yang tidak sesuai dalam aturannya.
"Seperti pada Anugerah Adi Bahasa yang diperuntukkan bagi kepala dinas yang menggunakan bahasa Indonesia dan berbahasa sesuai dengan kaidahnya. Provinsi Jawa Tengah yang mendapatkan penghargaan tersebut. Riau yang konon kabarnya sebagai penyumbang kosa kata terbanyak di bahasa Indonesia, masuk dalam nominasi Adi Bahasa saja tidak. Saya jadi malu," katanya sembati menambahkan, terkait hal itu, ia sudah membicarakannya dengan pimpinan di Riau. Ia berharap ke depannya, semua pihak dapat berbahasa Indonesia sesuai dengan kaidahnya.
Sedangkan, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau Ahmad Fitri SE sebagai mantan wartawan mengaku ada kerisauan yang muncul ketika ada kosa kata asing yang muncul di ruang publik. Seringkali kosa kata asing sulit dipahami oleh pembaca/konsumen media massa.
"Dalam UU nomor 24 pasal 30 menjelaskan, Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintah. Saya sebagai ombudsman juga menjadi pengguna pelayanan publik sering mendapatkan adanya penggunaan istilah istilah bahasa asing di ruang publik," terangnya.(*)
Penulis/Editor: Zulmiron