Kanal

Pola Rekrutment Pengacara vs Pola Rekrutment Dokter Ibarat Siang dan Malam

Oleh: Abdul Heris Rusli/Lawyer AHR & Partners Law Firm

Untuk menjadi seorang dokter harus menempuh jalan yang panjang dan berliku. Diawali dari masuk ke SMA favorite yang harus memiliki nilai jauh diatas rata rata.  Jika telah lulus SMA juga harus memiliki nilai 10 besar di sekolah artinya jauh diatas nilai rata rata. Jika diterima di Fakultas Kedokteran maka dia juga harus belajar dengan keras dan jika perlu buku buku berada disekitar tempat tidurnya. Tidak sampai disitu jika telah selesai studi di fakuktas kedokteran selama 4 tahun dia juga harus mengikuti koas atau dokter muda selama 2 tahun, setalah itu masih banyak lagi yang harus di jalani sehingga dia barulah bisa dilantik menjadi seorang dokter dan diambil sumpahnya sebagai seorang dokter. Apa arti dilantik dan diambil sumpahnya menjadi seorang dokter ? Artinya adalah dia bertanggung jawab penuh terhadap profesinya baik dari sisi keilmuan dan keahlian maupun tanggung jawabnya kepada kemanusiaan dan yang utama kepada Tuhan yang maha kuasa.  Dengan begitu kita sangat menaruh hormat kepada seorang dokter karena profesinya memang penuh tanggung jawab demi kesembuhan pasiennya. demikianlah secara singkat proses seseorang menjadi seorang dokter, jika ada yang kurang mohon maaf karena saya hanya mengamati dari luar.

Tapi untuk menjadi seorang Advokat apakah serumit menjadi seorang dokter ? 
Karena saya seorang advokat saya bisa pastikan tidak.
Untuk jadi seorang advokat pertama harus masuk fakultas hukum dengan nilai yang tidak disyaratkan harus 10 besar. Fakultas hukum dengan akreditasi apa saja tidak menjadi masalah yang penting lulus dan menyandang gelar sarjana hukum. Selanjutnya berapa tahun dia menjalani studi di fakultas hukum juga tidak masalah, bahkan dengan nilai IPK berapa saja tidak masalah.  Setelah itu dia harus mengikuti pelatihan advokat atau PKPA yang sekarang diselenggarakan oleh banyak organisasi advokat bahkan di iklankan agar menarik. Setelah melalui Pelatihan PKPA maka dia harus mengikuti magang selama 2 tahun dikantor advokat yang telah memiliki pengalaman.  Dimana proses magang selama dua tahun ini juga banyak menuai kritik terutama apakah benar dia magang dua tahun, kok gak magang tapi udah bisa dilantik dan banyak lagi kritik kritik dan persoalan lain seputar magang.

Adalagi persoalan lain yaitu, untuk menjadi advokat tidak hanya anak anak muda yang diizinkan menjadi Advokat, bahkan orang yang telah pensiunpun bisa mengikuti proses pelatihan dan magang serta dilantik menjadi pengacara asalkan ada ijazah sarjana hukumnya.

Setelah itu maka pengacara bisa dilantik dan diambil sumpahnya. Dan dapat berpraktek sebagai seorang advokat.

Nah, dari dua profesi diatas maka terlihat sungguh jauh perbedaan ibarat siang dan malam proses rekrutmen untuk menjadi advokat dan menjadi dokter.

Masyarakat bahkan jarang mendengar dokter yang melanggar kode etik, karena dokter memang sangat ketat akan prosesnya menjadi seorang dokter sementara disisi lain, masyarakat masih disuguhkan dengan pemberitaan pemberitaan etika buruk seorang advokat. Bahkan di media sosial dipenuhi oleh konten prilaku buruk advokat yang tentu saja merusak kode etik advokat yang selalu memproklamirkan diri profesi terhormat ( officium nobile ).  
Jika dulu kita masih mendengar advokat advokat tangguh rela mati demi keadilan seperti Alm Yap, Almarhum Buyung. Tapi sekarang kita hanya melihat advokat di media sosial yang melecehkan sendiri profesinya. Memeras klienya, mengancam klienya, menggugat klienya. Bahkan dibayar dengan mengawini klienya. Astaga.

Saya bermimpi suatu saat pada zamannya Daffa menjadi Advokat nanti, Advokat sama dengan dokter. Dia amat dihargai dan dihormati di tengah tengah masyarakat. Menjadi pengayom keadilan. menjadi penjuang keadilan, bukan hanya pejuang kemewahan. Bukan hanya pemburu dolar.(*)

Rabu, 13 Juli 2022
AHR

Berita Terkait

Berita Terpopuler