Kanal

KSRS Gelar Pentas Seni Konservasi

Pekanbaru, Hariantimes.com - Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS) menggelar pentas Seni Konservasi di halaman Kafe J, Kantor Jikalaharidi Jalan Kamboja, Panam, Pekanbaru, Sabtu (13/04/2019) malam.

Kegiatan yang didukung Jikalahari ini diawali dengan Ngopi Literasi Konservasi.  

Kegiatan ini dilaksanakan sempena hari jadi Rumah Sunting ke-7, sekaligus memperingati Hari Bumi. 

"Terlaksananya kegiatan ini dengan baik, karena Rumah Sunting didukung oleh Jikalahari. Sehingga seluruh kegiatan dipusatkan di kantor Jikalahari tersebut," sebut Oimpinan Rumah Sunting yang juga Ketua Penyair Perempuan Indonesia (PPI), Kunni Masrohanti kepada hariantimes.com.
      
Kunni juga menyampaikan, kegiatan diawali dengan diskusi yang mengusung tema Penyair Merawat Bumi. Tema ini dipilih, karena selama ini antara pegiat lingkungan dan sastrawan serta penyair belum satu hati memainkan perannya dalam menjaga lingkungan atau merawat bumi. 
     
''Sebagian besar penyair belum menganggap persoalan lingkungan sebagai objek penting yang harus mereka dengungkan dalam karya puisi.  Mereka menganggap sudah ada  orang lain yang ngurusi itu. Begitu juga teman-teman pegiat lingkungan atau aktivis lingkungan,  mereka belum menganggap puisi atau karya sastra sebagai jalan dalam mengampanyekan pentingnya merawat bumi. Padahal persoalan lingkungan adalah persoalan bersama. Buruk lingkungan, asap dan banjir  semua merasakan dampaknya. Saya berharap  dengan diskusi dan bincang ringan seperti ini akan saling membuka mata hati penyair dan aktivis lingkungan bahwa peran mereka sama, bisa saling berkolaborasi,'' beber Kunni.

Diskusi yang dimoderatori Syamsir alias Icamp Dompas, seniman dan pegiat literasi bersama Rumah Sunting ini juga menghadirkan pembicara lain. Yakni penyair Fakhrunnas MA Jabbar, Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan dan Wakil Koordinator Jikalahari,  Okto Yugo.  Fakhrunnas membeberkan tentang karya-karya penyair yang berhubungan dengan lingkungan dan pengaruhnya.  
     
''Upaya penyair dalam merawat bumi ya sebatas menyuarakan lewat karyanya dengan harapan akan dibaca dan didengar serta mampu mengetuk hati para pemegang kebijakan, mengajak orang banyak untuk peduli lingkungan.  Aksi langsung tidak bisa. Tapi itu sangat penting dan besar pengaruhnya, bahkan mampu memutus mata rantai kebiasaan buruk merusak lingkungan dari generasi sekarang ke generasi berikutnya,'' kata Fakhrunnas. 
     
Sementara, Riko dan Okto bercerita banyak temtang kondisi lingkungan. Tidak hanya kondisi hutan Riau yang sudah banyak hilang tapi juga perubahan iklim akibat rusaknya lingkungan tersebut. 

''Dulu, kita bisa memastikan musim hujan itu terjadi pada bulan-bulan berakhiran ber Seperti Oktober,  November dan seterusnya. Sekarang tak bisa. Iklim tak menentu karena lingkungan yang mulai tak terawat.  Suhu bumi jadi panas. Hutan habis dibabat," kata Riko yang diperjelas dengan berbagai temuan kerusakan lingkungan oleh Jikalahari seperti yang dibeberkan Okto. 
      
Penjelasan demi penjelasan tentang kondisi lingkungan dan hutan Riau ini menjadi sesuatu yang baru bagi penyair dan pegiat literasi yang hadir sehingga mengundang mereka untuk berbicara juga.  Ada penyair muda Muhammad De Putra, Ketua Sindikat Kartunis Riau (Sikari)  dan Sekjen,  Furqon Elwe dan Eko Faizin,  guru,  siswa,  Mapala,  pegiat seni dan perwakilan berbagai komunitas yang hadir termasuk dari Pelalawan dan Kampar.  Diskusi semakin hangat dan baru ditutup beberapa saat sebelum azan magrib. Kegiatan secara menyeluruh baru berakhir pukul 22.00 WIB dengan berbagai pementasan seni konservasi seperti musik,  tari,  teater dan puisi.(*/ron)

Berita Terkait

Berita Terpopuler