Kanal

Rektor: US dan RP Telah Kami Jatuhkan Sanksi Nonaktif Sementara

Pekanbaru, Hariantimes.com - Kasus dugaan pencabulan terhadap anak dibawah umur yang pelakunya berinisial RP (50) dan US (60), akhir-akhir ini ramai diberitakan media cetak, online dan mungkin juga elektronik. 

Kenapa tidak? Karena kedua pelaku adalah oknum pegawai Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau yang ditempatkan di Tata Usaha Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau (FKIP UIR). Terkait kasus amoral yang dilakukan kedua pelaku sudah bau tanah ini, Rektor Universitas Islam Riau (UIR) Prof Dr H Syafrinaldi SH MCL angkat bicara.

Dengan rasa prihatin dan menyesal, Rektor menyampaikan, perbuatan pencabulan yang diduga dilakukan oleh US dan RP terhadap korban anak di bawah umur tidak ada kaitannya dengan lembaga yang dipimpin, yakni Universitas Islam Riau. Namun demikian, untuk menindaklanjuti perbuatan amoral yang diduga dilakukan oknum US dan RP tersebut, Rektorat Universitas Islam Riau menonaktifkan RP sebagai Kepala Bagian Tata Usaha di FKIP UIR sampai selesainya proses hukum terhadap yang bersangkutan. 

"Kami sangat menyesalkan peristiwa tersebut terjadi dan prihatin akan nasib yang menimpa korban dan keluarganya. Kami sekaligus menyampaikan permohonan maaf kepada korban dan keluarga serta masyarakat luas. Dan kepada kedua oknum pegawai tersebut yakni US dan RP telah kami jatuhkan sanksi menonaktifkan sementara sebagai hukuman hingga proses hukum keduanya selesai," tegas Rektor," sesal Rektor menjawab banyaknya pertanyaan rekan-rekan wartawan kepada lembaga yang dipimpin melalui press release yang diterima media ini, Minggu (02/09/2018).

Untuk memberi keadilan dan kepastian hukum atas kasus ini, Syafrinaldi selalu Pimpinan Universitas Islam Riau mendukung proses hukum yang sedang berlangsung, yang sekarang sedang ditangani oleh Polresta Pekanbaru.

"Apabila pada saat persidangan US dan RP terbukti melakukan perbuatan tersebut, maka lembaga ini akan mengeluarkan surat keputusan pemberhentian kepada US dan RP berdasarkan undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," tegas Rektor seraya menyampaikan, Pimpinan Universitas Islam Riau berterima kasih kepada rekan-rekan wartawan dari semua media yang telah melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya dengan baik. 

"Akan tetapi, kami menghimbau agar dalam melakukan peliputan tidak mengkaitkan peristiwa ini dengan Universitas Islam Riau. Apalagi sampai melakukan trial by the press (penghakiman) terhadap lembaga yang kami pimpin, hanya karena kedua oknum tersebut bekerja di UIR. Sebab perbuatannya sendiri tidak berhubungan dengan Unuversitas Islam Riau. Demikian Press Release ini kami sampaikan, untuk kiranya dapat disebarluaskan kepada masyarakat," kata Rektor.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sebelum menikmati tubuh murid SD itu, kedua pelaku yakni RP (50) dan US (60) membawa korban ke tempat kerjanya.Dalih US ingin membawa korban karena membantu nyuci piring di kampus. Upah nyuci piring nantinya bisa menambah keuangan keluarga yang hanya pemulung.

Orangtua korban, Nur menceritakan, anaknya kalau keluar rumah diajak tersangka US selalu dengan alasan ke kampus tempat kerjanya karena ada pekerjaan mencuci piring. Setelah dari kampus, anaknya diajak ke hotel oleh pelaku. 

"US itu, masih tetangganya dan masih ada hubungan keluarga. Anak saya manggil US kakek. Tali persaudaraan dari bapaknya. Selain dibawa ke hotel, juga anak saya di bawa karaoke. Saya nggak menyangka mereka telah berbuat keji seperti itu ke anak saya. Mereka sudah menipu saya. Kami ini orang susah nggak tau apa-apa,” kata Nur,” sebut Nur.

Atas perbuatan kedua pelaku, kini murid SD tersebut hamil 7 bulan. Kehamilan bocah inipun ketahuannya oleh tetangga karena melihat perut anak Nur terus saja membengkak. Begitu dibawa ke Puskesmas ternyata murid SD itu hamil.

?Sedangkan orangtua korban, Nur kepada wartawan mengaku, awalnya tak tahu kalau anaknya sedang hamil. Namun tetangganya ada yang menaruh curiga melihat kondisi perut korban yang membesar, dan korban sering mual-mual setiap kali makan.

“Karena tetangga yang kasih tau, anak saya bawa ke Puskesmas waktu bulan puasa lalu. Dari situlah baru ketahuan kalau hamil 5 bulan,” cerita Nur sebagaimana dilansir Hariantimes dari website riaukepri.com.

Saat itu, kata Nur, anaknya tidak mau cerita apa yang telah terjadi pada dirinya. Dia selalu bungkam bila ditanya siapa pelakunya.

“Ndak mau cerita sama awak. Setiap ditanya, diam aja,” kata Nur.

Semula korban tidak mau memberi tau siapa pelakunya namun setelah didampingi Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2AR), di kantor polisi akhirnya korban menceritakan semua apa yang dia alami. 

Karena kondisi anaknya hamil, Nur akhirnya didampingi Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan An?ak Riau (LBP2AR).

Kepada Ketua LBP2AR, Rosmaini, akhirnya korban mau menceritakan apa yang dialaminya selama ini.

“Korban mengaku, kalau dia sering diajak dua pelaku. Kedua pelaku ini antara atasan dan bawahan yang bekerja di kampus swasta terkenal di Pekanbaru ini,” kata Rosmaniar.

Lewat LBP2AR, kasus inipun dilaporkan ke Polresta Pekanbaru. Laporan pertama 13 Juli 2018 yang melaporkan pelaku inisial US yang usianya diperkirakan 60 tahun. Selanjutnya, laporan 7 Agustus 2018 dengan dugaan pelaku inisial RP usia diperkirakan 55 tahun. Kedua terduga pelaku ini satu kantor di kampus terkenal tersebut.

“Korban sudah dua kali diambil visum di RS Bhayangkara Polda Riau. Kalau menurut korban, dia bergantian melayani keduanya. US itu anak buahnya RP,” ungkap Rosmaini.

“Kami berterima kasih kepada pihak kepolisian yang sudah merespons kasus ini. Kami berharap, kasus ini diungkap seadil-adilnya. Orang tua korban ini orang susah, mereka cuma pemulung,” sambung Rosmaini. 

Tersangka SU Minta Damai

Setelah diduga berulang kali menyetubuhi murid SD hingga hamil 7 bulan, tersangka SU sempat minta damai. Namun kedua orangtua korban menolaknya dan didampingi Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2AR), melanjutkan kasus ini ke Polresta Pekanbaru.

“SU sempat mendatangi saya untuk mengajak damai,” kata Nur seraya mengatakan, anaknya sekarang sudah berhenti sekolah. Seharusnya dia sudah duduk di kelas 6, tapi karena kondisi hamil 7 bulan berhenti sekolah.

Seharusnya, jelas Nur, anaknya ini sudah duduk di bangkus SMP kelas I. Hanya saja, karena kondisi anaknya pernah sakit-sakitan sebulum hamil, membuatnya anaknya lama tak masuk sekolah, dan terpaksa berhenti setahun karena sakit.

“Saat kelas lima SD, mau naik ke kelas enam, anak saya hamil. Sewaktu mau masuk kelas enam, perutnya sudah besar, dan sejak itu tak masuk sekolah lagi,” kata Nur bersedih mengisahkan nasib malan yang menimpa anaknya.

Ketua LBP2AR, Rosmaini, menyebutkan pihaknya sudah melaporkan kedua pelaku ke Polresta Pekanbaru. Laporan pertama pada 13 Juli 2018 terhadap pelaku SU. Selanjutnya laporan kedua pada 7 Agustus 2018 terhadap pelaku kedua inisial RP.

“SU dan RP ini hubunganya antara atasan dan bawahan di kampus swasta yang sangat terkenal di Pekanbaru ini,” kata Rosmaini.

“Kami berharap, adanya keadalian buat keluarga pemulung ini. Kami berterima kasih pihak kepolisian telah merespons laporan keluarga korban,” kata Rosmaini.

Sementara itu, Wakapolresta Pekanbaru, AKBP Edy Sumardi kepada wartawan membenarkan adanya laporan kasus pencabulan terhadap murid SD kelas VI di Pekanbaru yang tersangka pelakunya dua orang oknum pegawai salah satu Perguruan Tinggi swasta di Riau.

“Saya sudah melihat korbannya saat memberikan keterangan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Kasus ini tetap akan kita tangani dan ditindaklanjuti,” tegas Wakapolresta, Jumat (31/08/2018).(*/ron)

Berita Terkait

Berita Terpopuler