Kendari, Hariantimes.com - Pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Riau mengikuti kegiatan Konvensi Nasional Media Massa di Hari Pers Nasional yang berlangsung di Kendari Sulawesi Tenggara, Selasa (08/02/2022).
Konvensi yang mengusung tema Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global dan Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan ini mempertemukan berbagai stakeholder dari kalangan media, pemerintah, pelaku usaha di bidang digital maupun pengamat.
Pada hakitatnya, konvensi ini bertujuan untuk memetakan persoalan sekaligus mendiskusikan jalan keluar yang dihadapi bangsa Indonesia secara keseluruhan maupun komunitas media secara khusus, yakni berkaitan dengan bagaimana mengubah tantangan yang dihadirkan oleh disrupsi digital menjadi peluang yang menguntungkan bangsa dan mempertahankan kelangsungan media sebagai pilar penting demokrasi.
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate saat menjadi pembicara kunci pada Konvensi Nasional HPN 2022 menyampaikan, pola produksi dan konsumsi di bidang jurnalisme, komunikasi, dan media pelan-pelan akan bergeser seiring dengan berkembangnya teknologi jaringan 5G, metaverse dan ads computing. Namun berbagai kemajuan teknologi itu, membuat pemerintah terus berusaha membuat aturan yang adil.
"Pemerintah akan terus berusaha memastikan fair level of playing field," ujar Johnny G Plate.
Menurut Menkominfo, pada 2028 mendatang diproyeksikan traffic data bulanan akan meningkat 725 persen atau menjadi 84,8GB per bulan. Di mana sebelumnua pada 2019 pengguna layanan 5G hanya menggunakan sebesar 11,7 gigabyte (GB) per bulan.
"Konten-konten informatif, inovatif dan kreatif yang berbentuk audio visual baik video berkualitas tinggi, virtual reality, extended reality dan lainnya akan mendominasi traffic data teknologi 5G," jelas Menkominfo sembari mengatakan, kemajuan ini akan mempengaruhi proses bisnis media baik itu pola produksi maupun konsumsi. Hal ini semakin dipercepat oleh hadirnya teknologi big data, artificial intelegence, dan metaverse yang dapat memperkaya data dan analisis bagi produksi dan distribusi industri media.
"Pemerintah menjembatani orientasi bisnis serta jurnalistik agar kemajuan dan pemanfaatan teknologi digital dapat berjalan optimal serta manfaatnya dapat dirasakan masyarakat," kata Johnny.
Dan berdasarkan studi dari Reuters, sebut Menkominfo, metaverse dapat memunculkan model bisnis baru media. Sebagai gambaran, pada 2003 muncul platform bernama 'Second Life' yakni komunitas virtual online yang memungkinkan pengguna membuat avatar dan berinteraksi di dunia virtual. Lalu muncullah surat kabar online yang memungkinkan pemilik dan pembuat bisnis virtual untuk mengiklankan layanan kepada konsumen.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 di Kendari ini menghasilkan rekomendasi berikut:
Terkait Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global.
Pertama; Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 menegaskan bahwa transformasi digital yang terjadi di berbagai bidang, yakni media, fiskal, pajak, perbankan dan lain-lain telah membawa banyak manfaat dan kesempatan baru. Namun di saat yang sama, sejumlah permasalahan juga dihadirkan transformasi itu seperti berkembangnya hoaks dan ujaran kebencian di ruang publik, potensi capital outflow dari surplus ekonomi digital, hilangnya potensi pajak dari ekonomi digital, problem ketidaksetaraaan hukum dalam industri media dan tekonologi, hingga lahirnya pengangguran jenis baru.
Situasi ini menuntut dilakukannya telaah yang mendalam tentang kemandirian. Kedaulatan digital mesti menjadi gerakan dan kesadaran bersama.
Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 mendorong negara untuk secara sistematis dan berjangka panjang merumuskan kebijakan yang mengarah pada terbangunnya kedaulatan nasional di bidang digital. Hal ini bersifat mendesak untuk melindungi kepentingan Indonesia di tengah derasnya transformasi digital yang terjadi di semua bidang. Dalam arti kepentingan ekonomi, kepentingan politik maupun kepentingan alih teknologi.
Kedua; dalam konteks kedaulatan nasional guna membangun ruang publik yang sehat, Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 merekomendasikan agar Pemerintah dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat mempercepat kehadiran regulasi Publisher Right maupun regulasi lain yang memiliki tujuan membangun kemandirian atau kedaulatan digital.
Regulasi semacam ini merupakan upaya melindungi kepentingan nasional Indonesia menghadapi dominasi platform global dan pada saat yang sama mewujudkan kedaulatan nasional dalam membentuk ekosistem media yang mampu menjalankan peran demokratisnya secara lebih baik. Namun perlu ditegaskan, perlu kehati-hatian agar Publisher Right dan regulasi semacamnya tidak mereduksi sisi-sisi positif digitalitasi. Pada prinsipnya, perlu dihindari regulasi berlebihan (over regulation) yang justru menghalangi optimalisasi segi-segi demokratis, deliberatif, produktif dan kreatif dari transformasi digital.
Terkait Membangun Model Media Massa Yang Berkelanjutan, Konvensi Nasional Media Massa 2022 tiba pada keyakinan bahwa keberlanjutan dalam jangka panjang media massa perlu dibangun di atas kemandirian yang kuat. Untuk itu kami mendorong komunitas pers nasional Indonesia dan pihak yang terkait mulai mengupayakan berbagai inisiatif ke arah terbangunnya kemandirian tersebut.
Pertama; pers Indonesia mesti menyeimbangkan antara model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan programatik dengan model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan langsung (direct sale). Keseimbangan ini diperlukan guna menghindari ketergantungan berlebihan terhadap platform global sehingga diharapkan pers nasional bertumbuh dalam kapasitas ekonominya sendiri. Sebagaimana diketahui, terlepas dari manfaatnya dalam menambah pendapatan media, periklanan programatik membuat media menjadi sangat tergantung pada pihak eksternal dalam mengembangkan model bisnisnya. Model bisnis yang bertopang pada periklanan programatik juga mendorong media untuk menjalankan praktik jurnalisme yang terlalu berorientasi pada shareability, kepada kuantitas berita, dan cenderung mengabaian persoalan kualitas dan kepantasan jurnalistik. Periklanan programatik juga bisa berdampak negatif terhadap brand recognition perusahaan media di mata pengiklan.
Kedua; pers Indonesia mesti menyeimbangkan akses langsung pengguna ke website media dengan akses tidak langsung pengguna yang difasilitasi platform media sosial, mesin pencari atau agregator berita. Akses langsung ke media bagaimana pun menggambarkan kekuatan brand media dan kekuatan brand inilah yang perlu dibangun guna menopang kapasitas bisnis jangka panjang media massa. Akses pengguna melalui perantaraan platform media sosial, mesin pencari atau agregator berita memang diperlukan untuk menaikkan trafik atau leverage website media. Namun, ketergantungan berlebihan terhadap platform digital ini membuat website media sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan sistem algoritma yang selalu t secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan dilakukan platform digital.
Ketergantungan terhadap platform digital dalam mendistribusikan konten dalam jangka panjang juga dapat membuat media mengalami krisis brand recognition di hadapan khalayaknya, serta kehilangan peluang terbaik untuk mengumpulkan dan mengelola data pengguna secara mandiri dan prospektif untuk mode periklanan yang lebih efektif.
Ketiga; menyambungkan poin kedua dan ketiga di atas, dapat ditegaskan penting media massa Indonesia mempertahankan atau meningkatkan hubungan langsung (direct relation) dengan kalangan pengiklan dan khalayak pengguna. Media massa harus menjadi pihak yang kredibel, mandiri, dekat dan terpercaya di mata pengiklan dan khalayak.
Keempat; komunitas media massa di Indonesia mesti secara bersama-sama mempertimbangkan inisiatif-inisiatif kolaborasi antar media. Kolaborasi pendistribusian dan monetisasi konten terkurasi, kolaborasi penambangan dan pengelolaan data pengguna secara integratif, serta kolaborasi untuk mengendalikan arus disinformasi dan hoaks yang mersahkn masyarakat atau memecah-belah bangsa. Kolaborasi ini sangat penting untuk mereservasi jurnalisme berkualitas di era epidemi disinformasi, serta untuk bersama-sama membangun model bermedia yang berkelanjutan.
Kelima; pada akhirnya, komunitas pers nasional Indonesia harus kembali kepada khittah sebagai kekuatan keempat demokrasi dan ruang publik yang beradab. Untuk itu, berpegang teguh kepada jurnalisme berkualitas atau jurnalisme publik adalah mutlak harus dilakukan. Untuk menghindari tekanan disrupsi, media massa harus bisa menghadirkan sesuatu yang sulit ditemukan publik di jagat media baru. Di jagat media baru, kebaikan dan keburukan informatif bercampur-baur, berita yang benar dan kabar bohong berkelindan sedemikian rupa. Hal yang sulit diperoleh publik dari jagat media baru itu adalah, kebaikan yang telah dipisahkan dari keburukan, kebenaran yang telah dilepaskan dari kabar bohong. Jurnalisme berkualitas jelas menjadi solusi di sini. Media massa profesional memiliki kemampuan lebih besar untuk mewujudkannya dibandingkan dengan media baru. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kembali kepada khittah jurnalisme berkualitas bukan hanya soal idealisme pers, tetapi juga soal bagaimana menyelamatkan diri dari gelombang disrupsi.(*)