Kanal

Menteri Siti: Kalau Bisa, Kendalikan Sebab Akibatnya

Pekanbaru, Hariantimes.com - Sejak tahun 2015 silam, semua pihak sudah melakukan penanggulangan kebakatan hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau dan seluruh Indonesia.

Bahkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sudah menginstruksikan pembentukan satuan tugas operasi untuk menindak atau menanggulangi karhutla.

"Kita harus hati-hati mengatakan karhutla. Karena munculnya api juga disebabkan faktor alam. Langkah-langkahnya adalah mengontrol akibat-akibatnya. Kalau bisa, kendalikan sebab akibatnya,'' saran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr Ir Siti Nurbaya Bakar MSc saat melakukan kunjungan kerja (kunker) di Riau, Sabtu (18/07/2020).

Turut mendampingi Menteri LHK, Gubernur Riau, Drs H Syamsuar MSi, Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi. 

Menteri Siti mengakui, kedatangannya dari Jakarta secara khusus untuk melakukan konfirmasi penyelesaian karhutla secara primer di Provinsi Riau.

Sedangkan pada penegakkan hukum, tegas Siti, Kementerian LHK sudah meminta komitmen ke perusahaan. Dan ini sudah di lakukan sejak tahun 2015. Tapi, memang tidak gampang. Karena harus meningkatkan pengetahuan, menyediakan ahlinya dan prosesnya bagi perusahaan. 

''Termasuk yang sudah inkrah pun tidak mudah,'' sebut Menteri.

Pada fenomena Karhutla ini, sambung Menteri, yang penting adalah penegakkan hukum. Agar kapok. Langkah untuk membuat perusahaan kapok, adalah dengan menerapkan hukum dan sanksi administrasi. Ini bertujuan perusahaan itu dipaksa menurut standar.

''Kalau dipaksa, perusahaan harus memiliki secara lengkap sarana dan prasarana ahli lingkungan, tenaga teknis untuk karhutla. Artinya, perusahaan akan berinvestasi cukup besar,'' terang Menteri.

Menurut Siti, langkah ini harus ditempuh perusahaan. Kalau tidak mau, akan dapat dibekukan.

"Kalau tidak mau menerapkan langkah tersebut, izinnya dicabut. Ada lagi denda, pidana. Keterlaluan kalau bakar langsung, ada kriteria-kriterianya yang akan diterapkan,'' tegas Menteri.

Langkah dilakukan secara paralel yang artinya dilakukan bersama-sama dikenakan. Tapi Pemerintah itu posisi utamanya melakukan pembinaan masyarakat.

''Yang namanya penyelenggaran negara adalah pemerintahan, yakni melakukan pembangunan, pembinaan masyarakat,'' terang Menteri.

Untuk penegakan hukumnya, harus ada masalah yang dilihat. Namun pihaknya sudah mempelajari data, sangsinya akan ditegur.

''Untuk perusahaan sudah kita pelajari, terkait keterlibatan Polisi. Mereka kan tidak bisa memberikan sanksi administrasi. Karena kami pemerintah tidak bisa main hajar, harus sesuuai prosedur tentunya,'' katanya.

''Yang jelas, perusahaan terlibat pasti kita tangani. Yang penting komitmen,'' pungkasnya.

Untuk saat ini, sebut Siti, Polda Riau memiliki sistem dashboard yang baik. Sehingga mampu berjalan bersama Manggala Agni, BPBD dan instansi terkait untuk melakukan sistem pengendalian dan pemadaman dengan water bombing.

"Sejak perjalanan di tahun 2000, 2004, 2005 direcord, ada kekhususan. Istilah saya adalah fase kritis pertama sejak bulan Mei. Maka fase kedua kita harus hati-hati pada fase kritis berikutnya Juni hingga akhir Oktober,'' beber Siti.

Menurutnya, ini bisa dideteksi dan bisa diikuti dengan teknik modifiaksi cuaca. Karena itu, penanggulangan sudah dilakukan pada tanggal 13 sampai 30 Mei melakukan teknik modifikasi cuaca.

''Bisa dilihat basah air di Riau. Bisa 30 bisa sampai 50 persen,'' ungkapnya.

Sementara teknik modifikasi cuaca, menurut Siti, relatif bisa berjalan. Untuk itu, tim BMKG, BPBD diminta untuk melihat kondisinya di Riau.

''Bulan ini adalah awal musim kemarau. Sama halnya di Kalimantan Timur, Kalsel,'' ujarnya.

Selain itu, sebut Siti, ada bagian penting pada tata kelola gambut dan soal pertanian dengan sistem kearifan lokal. 
 
''Kapolda mengeluarkan maklumat. Tapi pengetahuan untuk sadar perlu dilengkapi dengan kewajiban masyarakat. Langkah-langkahnya, juga pengembangan bersama kepala BNPB dengan mengembangkan sistem masyarakat peduli Api dengan pendekatan masyarakat. Saya juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Babhinkamtinbas, bagaimana konflik terjadi di lapangan penyelesaian di tingkat lapangan, ditarik ke atas,'' terang Menteri.

Sebelumnya, papar Menteri, sudah ada rencana aksi di lapangan yang disiapkan BNPB. Tetapi ia mengarahkan, agar Riau harus contohnya. Hal ini sesuai dengan kedatangan Presiden RI Joko Widodo di bukan November 2014 lalu di Meranti. 

''Kita bisa mendapatkan solusi dari perjalan rumit di Riau, untuk bisa menyelesaikan masalah di Riau,'' ujarnya.

Setelah ini, sebut Siti, pihaknyaakan melakukan diskusi ke kepala BNPB dan melaporkan ke Presiden terkait rencana melakukan modifikasi cuaca nantinya. Paling lambat akan dilaksanakan di pertengahan Agustus.(*)

Berita Terkait

Berita Terpopuler