Kanal

Roy: Tanpa Teman-Teman Media, Gakkum KLHK tak Ada Apa-Apanya

Pekanbaru, Hariantimes.com -  Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau menggelar acara Ngobrol Pintar (Ngopi), Senin (22/04/2019) pagi.

Acara Ngopi kedua kali yang ditaja oleh PWI Riau bekerjasama dengan KLHK ini dilaksanakan di Gedung PWI Riau, Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru.

Acara ini mengusung tema "Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan".

Pada acara tersebut, PWI Riau menghadirkan dua narasumber yakni
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK DR Drs Rasio Ridho Sani MCom MPM dan Guru Besar Perlindungan Hutan IPB  Prof Dr Ir H Bambang Hero Saharjo. Sedangkan untuk moderator, PWI Riau memberi tugas kepada Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Abdul Kadir Bey.

Turut hadir dalam acara Ngopi PWI Riau kali ini Direktur Penanganan, Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi KLHK Sugeng Priyanto, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi, Kepala Pusat P3E Sumatera, Amral Very dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) KLHK di Riau. 

Dalam sambutannya, Ketua PWI Riau, H Zulmansyah Sekedang mengucapkan terima kasih atas kedatangan Dirjen Penegakan Hukum KLHK dan Guru Besar Perlindungan Hutan IPB.

"Terima kasih dan selamat datang di Provinsi Riau untuk Pak Dirjen Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK dan Guru Besar Perlindungan Hutan IPB. Dalam kesempatan ini kita dipertemukan kembali dalam kegiatan Ngobrol pintar (Ngopi) PWI Riau bersama Kementerian LHK dengan tema Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ujar Zulmansyah.

Zulmansyah menyampaikan, di Provinsi Riau ini media sudah sangat berkembang. Berdasarkan data dari PWI Riau, ada lebih kurang seratusan media massa. Baik itu media cetak, televisi, radio dan online. 

"Semoga ke depannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama awak media massa bisa tetap bekerjasama dan bermitra," ujar Zulmansyah seraya berharap, program Ngopi PWI Riau bersama KLHK RI ini terus diselenggarakan. Kenapa? Karena dapat menambah wawasan para wartawan terkait isu lingkungan, khususnya penegakan hukum kasus-kasus kerusakan lingkungan dan kehutanan di Riau.

"Untuk acara Ngopi kali ini disponsori oleh KLHK. Sehingga diharapkan apa program yang dijalankan bisa dipublis. Dan kita beharap tidak hanya penegakan hukum saja yang dilakukan, tetapi juga menjaga lingkungan juga diterapkan," ujar Zulmansyah.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DR Drs Rasio Ridho Sani MCom MPM menyampaikan, untuk menjaga lingkungan hidup dan kehutanan, Kementerian KLHK melakukan berbagai upaya menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Buktinya, ada sebanyak 601 perusahaan yang sudah dibawa ke pengadilan oleh penyidik KLHK. 

"Bahkan ada 164 kasus yang kita fasilitasi ke pihak kepolisian dalam penanganan kehutanan. Kemudian kita juga menerapkan 618 sanksi administrasi pada perusahaan-perusahaan yang tidak patuh," katanya.

Tidak hanya itu, sebut Dirjen, Kementerian LHK juga sudah melakukan gugatan Perdata terhadap 21 perusahaan. Sejumlah perusahaan ini sudah dinyatakan inkrach oleh pengadilan.

"Provinsi Riau masuk dalam perhatian KLHK. Dan dalam hal upaya penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan. Karena kita sudah banyak membawa kasus-kasus karhutla ke pengadilan di Provinsi Riau ini. Di Provinsi Riau sendiri, penegakan hukum LHK meliputi penegakan hukum pidana 48 kasus P21, sanksi administrasi 72 dan putusan perdata yang Inkracht 3 yaitu PT MPL dengan denda Rp16,2 triliun, PT NSP Rp491 miliar, dan PT JJP senilai Rp1,07 triliun," kata pria kelahiran Jakarta yang akrab disapa Roy ini.

Roy menyampaikan, upaya penegakan hukum lingkungan dan kehutanan untuk penyelamatan SDA dan membangun budaya kepatuhan ini dirasakan telah membuahkan hasil. Dan penegakan hukum terbukti efektif untuk shock therapy dan penguatan efek jera, melalui langkah-langkah operasi pencegahan, pengawasan dan penyelesaian sengketa.

"Untuk penyelamatan SDA, dari tahun 2015 hingga 2019, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK  telah menangani 21 gugatan perdata. 10 putusan sudah Inkracht dengan nilai Rp19,4 triliun," ungkap Roy seraya menjelaskan, tercatat telah dilakukan operasi pencegahan kejahatan dan pengamanan hutan dari perambahan sebanyak 400 kali, operasi pengamanan tumbuhan dan satwa liar 248 kali serta operasi pencegahan dan pengamanan hutan dan hasil hutan sebanyak 978 kali.

"Kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan serius dan luar biasa. Dan kelestarian SDA akan berdampak pada ekologi, sosial dan ekonomi. Bayangkan kalau sumber daya alam ini rusak, apakah memajukan kesejahteraan umum dapat tercapai? Apakah mungkin bisa mencerdaskan kehidupan bangsa kalau lingkungan tercemar logam berat?”, kata Roy.

Jenis kejahatan lain, ungkap Roy, meliputi kerusakan lingkungan, limbah dan pencemaran industri. Untuk itu, dalam upaya law enforcement, penegakan hukum, dilakukan pengawasan terhadap 3.651 pengawasan izin serta penanganan 3.001 pengaduan dan telah dijatuhkan sanksi administratif 618, serta sanksi pidana 601 kasus P21 dan untuk 164 kasus dilakukan proses di Polri dan Kejaksaan.  

Menghadapi tantangan ke depan, Roy mengungkapkan KLHK akan memperkuat beberapa hal. Pertama, mengembangkan sistem big data untuk menggali informasi lebih dalam, selanjutnya penggunaan sains dan teknologi juga berperan penting dalam meningkatkan kecepatan dan ketepatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih efektif. Terakhir, komitmen dari eksekutif, legislatif, serta yudikatif yang kuat, berperan penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. 

"Ada tiga hal yang menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekosistem dan lingkungan. Dan faktor utama penyebab rusaknya lingkungan adalah karena ulah manusia. Dan kami melihat ancaman terjadi karena tiga hal. Dan bisa dipastikan itu karena manusia, bisa saja karena ketidaktahuan," imbuh Roy.

Kedua, lanjut Roy, karena ada kesempatan  Kalau ada kesempatan, dia akan lakukan kejahatan. Hal ini bisa jadi karena pengawasan lemah. Dan ketiga, karena memang ada penjahat.

"Tantangan penegakan hukum di bidang lingkungan sangat kompleks dan melibatkan banyak aktor. Dan kejahatan ini melibatkan mulai individu, kelompok terorganisir, elit politik dan kelompok trans nasional, bahkan kami menguber kasus lingkungan sampai ke Belanda. Apalagi para pelaku kejahatan lingkungan ini terus belajar dan memperbaharui modus operandinya. Jadi mereka ini belajar. Modus itu terus berkembang. Misalnya kita tangkap di Pulau Sumatera, nanti yang di Kalimantan kan belajar dia terhadap kasus yang kita tangani, kalau dulu, orang jual satwa itu di pasar burung, sekarang udah di sosial media. Jadi memang rantai kerja Gakkum ini panjang, tidak mudah menangani kasus-kasus ini. Dari mulai proses intelijen sampai persidangan, sering sekali menghabiskan biaya yang mahal," beber Roy.

Menurut Roy, karhutla adalah salah satu tindakan manusia yang merusak sumber daya alam Indonesia (SDA) dan lingkungan. Masih banyak lagi perbuatan dan tindakan manusia yang merusak SDA dan lingkungan seperti perambahan kawasan hutan, pembalakan liar, perkebunan ilegal, pertambahan ilegal, pencemaran air dan udara, perburuan dan perdagangan ilegal satwa dan sebagainya.

"Karhutla itu, dilakukan manusia karena tiga sebab. Pertama, karena manusianya tidak tahu atau tidak sengaja. Kedua karena ada kesempatan dan ketiga adanya memang niat jahat untuk membakar karhutla," ulang Roy lagi.

Dikatakan Roy, banyaknya masalah kerusakan SDA dan lingkungan di Indonesia, tidak semuanya bisa terpantau aparat KLHK. Karena itu, dukungan berbagai pihak untuk memberi informasi kepada KLHK sangat diperlukan, seperti dukungan dan informasi dari wartawan dan media. 

"Tanpa teman-teman media, Gakkum KLHK tak ada apa-apanya," katanya Roy disambut tepukan tangan wartawan.

Saat ini, sebut Roy, dengan banyaknya dukungan masyarakat, juga karena kerja keras KLHK, tindakan perusakan SDA dan lingkungan, terutama karhutla di Riau, sudah sangat jauh menurun.

 "Di atas 99,9 persen karhutla itu karena faktor manusia," katanya seraya mengatakan, kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal, pembalakan liar, perkebunan ilegal, pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia tidak hanya melibatkan korporasi tetapi juga oknum aparat dan pejabat, bahkan jaringan internasional.

"Kita di KLHK telah mengajukan gugatan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang terindikasi melakukan pengrusakan lingkungan. Namun, langkah hukum bukanlah hal yang terdepan dalam penanganan kerusakan lingkungan, akan tetapi langkah pencegahan yang harus terus digalakkan," katanya.

Jika lingkungan sudah rusak, sebut Roy lagi, maka tidak hanya berdampak buruk terhadap ekosistem. Namun juga kepada ekonomi dan kesehatan masyarakat suatu daerah. Selain itu, oknum aparat dan pejabat yang menjadi beking perusahaan merupakan salah satu kendala yang dihadapi pihaknya selama ini.

"Karena itu, kita di KLHK mengapresiasi peran media massa dalam pencegahan dan pengungkapan kasus pencemaran lingkungan. Dan media adalah mitra strategis KLHK dalam menanggulangi dan mengungkap pelaku kejahatan lingkungan," katanya.

Sedangkan Guru Besar Perlindungan Hutan IPB Bambang Hero Saharjo menegaskan, pembuktian kasus lingkungan hidup dan kehutanan tidak mudah. Selain butuh kemampuan yang prima dengan kemampuan teknologi terkini, juga harus siap berhadapan dengan berbagai resiko yang terkadang diluar dugaan. 

"Tantangan besar yang dihadapi adalah ketika proses pembuktian berlangsung di persidangan. Dimana para penegak hukumnya justru banyak yang tidak faham akan perkara yang disidangkan," katanya.

Menurut Prof Bambang, sekali lingkungan hidup mengalami kerusakan atau penurunan kualitas dan kuantitas. Maka upaya pemulihan yang dilakukan manusia tidak dapat mengembalikan sepenuhnya pada lingkungan hidup keadaan semula. 

"Manusia tidak mampu menciptakan sumber daya alam karena penciptaan itu adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,” ucap Prof Bambang.(ron)

Berita Terkait

Berita Terpopuler