Kanal

Kuota Haji 2026 Riau Berkurang Jadi 4.682, Defizon: Alhamdulillah Jauh di Atas Rata-Rata Nasional

Pekanbaru, Hariantimes.com - Proses pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 tahap I hingga 23 Desember 2025 sudah selesai.

Namun, secara nasional angka pelunasan BPIH 2026 tahap I lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Dan untuk Provinsi Riau hingga penutupan pada 23 Desember 2025, pelunasan BPIH 2026 tahap I sudah mencapai 77,56 persen. Sementara skala nasional itu rata-rata pelunasan baru mencapai 73,9 persen.

"Alhamdulillah Riau jauh di atas rata-rata nasional," sebut Plt Kepala Kantor Wilayah Haji dan Umrah Provinsi Riau H Defizon SKom MSi didampingi Kepala Kanwil Kemenag Riau Dr H Muliardi MP saat coffee morning bersama insan pers di Aula Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Provinsi Riau, Rabu (24/12/2016).

Akan tetapi, sambung Defizon, pelunasan BPIH 2026 tahap I tidak berpatokan pada angka tersebut. Karena kuota Riau yang 221.000 harus dan wajib terserap.

"Makanya,  insya Allah akan ada lagi pelunasan tahap II di Januari 2026. Tapi yang berhak lunas itu beda lagi. Kalau yang tahap I, bagi jemaah yang lunas tunda. Umpamanya yang tahun 2022, 2023, 2024 dan 2025. Dia sudah melunasi, tapi tidak jadi berangkat atau tunda berangkat maka haknya di tahap I yang di tanggal 23 Desember 2025. Selanjutnya, ada jemaah yang masuk dalam rekonstitusi serta jemaah usia lanjut," terang Defizon sembari menyebutkan, Provinsi Riau dapat alokasi khusus jemaah lansia sebanyak 234 orang. Tetapi sampai penutupan pada 23 Desember 2025, yang melunasi hanya 63 orang.

"Kalau berdasarkan angka yang tidak melunasi BPIH tahap I, itu cukup banyak yakni 1.045 jemaah. Bahkan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, abgka ini termasuk tinggi juga. Karena di tahun lalu kuota Riau itu 5.047, yang melunasi hanya 1.000 sekian. Tetapi tahun ini kuotanya berkurang. Dimana tahun lalu 5.047, tahun ini berkurang menjadi 4.682. Berkurang sebanyak 365," ungkap Defizon.

Kenapa berkurang? Defizon menyampaikan, karena kebijakan Kementerian Haji dan Umrah menyatakan masa tunggu disamakan. Dimana sebelumnya, masa tunggu bervariasi. Ada yang terlalu panjang dan ada yang terlalu pendek.

"Seperti saudara-saudara kita yang di Sulawesi Selatan, masa tunggunya ada yang sudah mendekati 50 tahun. Jadi Pak Menteri Haji Umrah berpikir, di Indonesia ini ada jemaah yang mendaftar tapi kemungkinan berangkatnya tidak ada lagi. Sulawesi Selatan kalau mendaftar di usia 60 tahun, berarti berangkat di usia 110 tahun. Dan secara usia tidak mungkin lagi untuk berangkat. Makanya Pak Menteri Haji dan Umrah ingin setiap jemaah yang mendaftar itu kemungkinan untuk berangkat  masih ada. Makanya se Indonesia masa tunggu disamaratakan. Oleh karena itu, bagi provinsi yang masa tunggunya pendek, kuotanya dikurangi. Sementara provinsi yang masa tunggunya panjang, kuotanya ditambah. Jadi, siapapun warga negara Indonesia yang mendaftar masih ada kemungkinan untuk berangkat. Dan pemikiran berkeadilan Pak Menteri itu disitu. Alhamdulillah disetujui oleh DPR," papar Defizon.

Namun demikian, sebut Defizon, ada beberapa provinsi yang berdampak. Termasuk Riau, tapi tidak terlalu banyak. Hanya 365 orang saja yang berkurang. Sedangkan Jawa Barat hampir 9.000an.

"Di Sumatera, yang bertambah itu hanya tiga provinsi yakni Aceh, Jambi dan Bengkulu. Sisanya berkurang yakni Sumatera Utara, Riau, Sumbar, Kepri, Sumatera Selatan dan Lampung," sebut Defizon.

Terkait adanya pengurangan kuota ini, katanya, perlu langkah-langkah antisipasi agar yang 1.045 orang yang tidak melunasi BPIH tahap I ini bisa mencapai kuota 4.682.

"Berdasarkan catatan, jumlah jemaah cadangan yang berpotensi untuk melakukan pelunasan lalu berhak menunaikan ibadah haji mencapai 1.873 orang. Namun tidak semua bisa menunaikan ibadah haji, karena disesuaikan dengan kuota yang ada, tetapi peluangnya cukup besar," jelasnya.

Lalu apa saja masuk kategori cadangan?Menurut Defizon, bukan diambil dari jemaah tahun 2028, melainkan urutan setelah jemaah tahun 2027. Misalnya, jika kuota terakhir adalah nomor urut 4.682, maka jemaah cadangan diambil dari nomor urut 4.683 dan seterusnya (jemaah yang seharusnya berangkat tahun 2025 awal).

Sementara jemaah yang gagal sistem pada tahap pertama, katanya, diperbolehkan ikut tahap kedua. Sedangkan jemaah pelimpahan (karena transisi) dan pendamping lansia diperbolehkan.

"?Jemaah yang terpisah mahramnya juga diperbolehkan. ?Jemaah yang tidak memiliki alasan mendesak namun tidak melunasi di tahap pertama, tidak bisa ikut tahap kedua dan harus menunggu tahun depan. Jemaah cadangan ada peluang besar. Bagi jemaah cadangan (sekitar 450-500 orang) untuk berangkat tahun ini menggantikan yang tidak melunasi," katanya.

?Defizon juga menyampaikan, biaya yang harus dibayarkan jemaah adalah sebesar Rp54.125.422. Biaya ini mencakup perjalanan dari embarkasi ke Arab Saudi (pergi-pulang). Namun, perlu diingat ada biaya domestik (perjalanan dari daerah asal ke embarkasi) yang biasanya menjadi beban jemaah atau dibantu oleh Pemerintah Daerah (Pemda) masing-masing.

?"?Syarat Tahap 2 hanya untuk kriteria khusus (gagal sistem, pelimpahan, pendamping lansia dan mahram terpisah).?Biaya nominal pelunasan sekitar Rp54,1 juta, di luar biaya domestik," sebut Defizon.(*)
 

Berita Terkait

Berita Terpopuler