Meranti, Hariantimes.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti dinilai telah berhasil merubah opini masyarakat dari daerah penghasil asap menjadi daerah penghasil oksigen.
Nantinya, keberhasilan Kabupaten Meranti mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan (karlahut) akan menjadi percontohan nasional, baik dari segi penanganan masalah karlahut, pengelolaan lahan gambut hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat lewat budidaya tanaman sagu di lahan gambut.
"Keberhasilan dari Meranti akan kita copy paste dan menularkan ke daerah lainnya di Indonesia yang memiliki masalah yang sama. Kita tidak mau disebut sebagai negara pengekspor asap. Kita harus menjadi negara penghasil oksigen," harap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI Letjend TNI Doni Monardo saat melakukan pertemuan bersama Forkopimda dan aparatur kecamatan serta masyarakat di Aula Kantor Camat Tebing Tinggi Barat, Jumat (02/08/2019).
Pertemuan tersebut juga dihadiri Kepala Badan Restorasi Gambut RI Nazir Fuad, Gubernur Riau Drs H Syamsuar dan Bupati Meranti Drs H Irwan MSi, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) RI Nazir Fuad, Deputy I BNPB Bernardus Wisnu, Dandrem 031/WB Brigjend TNI Muhammad Fajar, Dodi Ruswandi Widya Iswara (BNPB), Dodi Kusodo (Deputy PMK), Haris Gunawan (Deputy Penelitian dan Pegembangan BRG RI), Rafless B Panjaitan (Dir KLHK), Tim Tenaga Ahli BNPB, Perwakilan Kementerian Pertanian.
Selain itu, juga hadir Ketua DPRD Meranti H Fauzy Hasan, Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti H Yulian Norwis SE MM, Kepala Bappeda Meranti Dr Makmun Murod, Kepala BPBD Meranti Drs Edy Afrizal dan Jajaran Pejabat Eselon II lainnya, Kabag Humas dan Protokol Meranti Hery Saputra SH, Camat Tebing Tinggi Barat Rayan Pribadi SH, para Camat se Kabupaten Meranti, H Jasmail Perwakilan Kemenag Meranti dan sejumlah pejabat eselon III dan pejabat dari instansi terkait lainnya.
Dikesempatam itu, Doni mengapresiasi Pemkab Meranti dan masyarakat yang dinilai berhasil mencegah terjadinya Karlahut.
"Saya sangat bangga dan berterima kasih kepada Bupati dan semua komponen yang telah membuktikan, bahwa masyarakat Riau mampu mengatasi masalah karlahut," ucap Doni.
Untuk itu, Doni berharap kondisi ini terus dipertahankan. Salah satu caranya dengan menghentikan membuka lahan dengan cara membakar. Karena sebagian besar karlahut disebabkan oleh ulah tangan manusia.
"99 persen karlahut disebabkan oleh ulah tangan manusia. Mari kita jaga lahan dan hutan. Karena mencegah lebih baik daripada memadamkan," tegas Doni.
Untuk mencegah terjadinya karlahut, sebut Doni, cukup sederhana. Yakni dengan cara meningkatkan koordinasi yang baik antar elemen masyarakat.
"Jika terjadi kebakaran, kesehatan akan terganggu, sulit bernafas dan ribuan warga terkena ISPA. Jika ingin karlahut tidak terjadi, caranya sederhana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Saling mengingatkan untuk tidak membakar lahan," katanya.
Berkaca pada kasus Sungai Citarum yang tercatat sebagai sungai terkotor di dunia, sebut Doni, kini berkat peran aktif seluruh masyarakat yang sadar dengan lingkungan menjadi yang terbersih. Tanpa itu semua akan sia-sia.
Kedepan, katanya, BNPB bersama Kementerian terkait akan mengupayakan peningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan Gambut tanpa mengabaikan fungsi ekologis seperti yang dilakukan masyarakat Desa Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Saya menilai Meranti memiliki banyak peluang pasar. Karena saat ini, Indonesia selalu mengimpor Gandum sebanyak 11 juta ton/tahun. Andai bahan baku makanan dapat dirubah dari Gandum menjadi Sagu, maka pasar Sagu akan terbuka lebar dan masyarakat petani Sagu akan lebih sejahtera.
"Saya berharap Pemkab Meranti terus mengembangkan Sagu ini. Begitu juga hasil perkebunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti Kopi, Gula Aren dan lainnya," katanya.
Sementara itu, Bupati Kepulauan Meranti Bupati Drs H Irwan MSi mengakui, sejak beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti bersama pihak terkait dan masyarakat terus berupaya mengantisipasi karlahut dengan cara melakukan pembasahan dengan membangun sekat kanal.
"Sejak dibangun sekat kanal tahun 2014 lalu, sesuai instruksi Presiden Jokowi kerika itu kebakaran di daerah ini sangat minim," jelas Irwan.
Kedepan, Bupati mengajak semua pihak untuk semakin mengintensifikan sekat kanal itu dalam rangka mempertahankan kebasahan Gambut. Selain itu juga tetap membudidayakan tanaman Sagu. Karena Sagu merupakan tanaman asli Meranti yang dapat mempertahankan kebasahan tanah Gambut di Kepulauan Meranti.
Dan antisipasi karlahut ini timpal Kapolres Meranti AKBP La Ode Proyek, juga berkat gerak cepat dari Polisi, BPBD, TNI yang didukung oleh masyarakat peduli api yang secara gotong royong melakukan gerak cepat pemadaman api jika terjadi kebakaran.
"Karlahut berkurang dikarenakan kecepatan penanganan dari TNI/Polri, BPBD dan masyarakat Peduli Api serta Kades yang terlibat langsung melakukan pemadaman," sebut Kapolres.
Keberhasilan Pemkab Meranti bersama masyarakat mengantisipasi karlahut, juga mendapat apresiasi dari Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar MSi.
Jika dulunya karlahut sering terjadi di daerah pesisir seperti Meranti, Rohil, beber Gubri, kini berubah ke daerah darat seperti Pelalawan, Rohul dan Inhil. Setelah diselidiki, ternyata sebagian besar disebabkan oleh manusia.
"Ini bukti langkah-langkah yang dilakukukan Bupati dalam memberdayakan masyarakat berhasil. Kita berharap, hal ini dapat dipertahankan. Karena kita tak ingin kejadian karlahut dahsyat di tahun 2012 terulang lagi. Ini bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah, tapi juga seluruh komponen masyarakat untuk saling mengingatkan," jelas Gubri.
Masalah pencegahan karlahut di Riau dan pemberdayaan masyarakat di kawasan lahan Gambut juga mendapat tanggapan dari aktifis lingkungan Cik Man, warga asli Sungai Tohor.
Menurutnya, agar bencana karlahut tidak terjadi lagi disarankan bahaya membakar hutan dan lahan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Sehingga budaya menjaga hutan dan lahan tertanam dijiwa anak sejak dini.
Sementara untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, Cik Manan meminta pemerintah untuk menjadikan kawasan hijau yang dulunya dikelola PT NSP dengan luas ribuan hektar dapat dijadikan objek Tanah Reforma Agraria (TORA). Dengan begitu, kawasan hijau dapat dijaga warga dan dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan Sagu yang otomatis akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat.
Sekedar informasi, saat ini rata-rata masyarakat petani Sagu di wilayah Sei Tohor memiliki lahan seluas 20 Ha. Lahan ini ditanam Sagu dengan harga ketika panen 500 ribu/batang jika ditotal pendapatan masyarakat segiap kali panen sebesar Rp50 juta.
Sekedar informasi, dalam kunjungan kerjanya Kepala BNPB RI beserta rombongan juga berkesempatan melakukan penanaman bibit Sagu di Desa Sungai Tohor, tepatnya di kolam embung air. Selain itu juga meninjau Kilang Sagu dan Sentra Industri Sagu yang sedang dalam tahap pembangunan.(*)
Penulis : Azwin
Editor : Zulmiron