Kanal

Penyair Perempuan Indonesia Gelar Festival, Kunni: Akan Jadi Agenda Tahunan

Jakarta, Hariantimes.com - Penyair Perempuan Indonesia (PPI) telah sukses menyelenggarakan Festival Penyair Perempuan Indonesia (FPPI) yang pertama, Sabtu (15/11/2025).

Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Serba Guna, Lantai 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta itu, berlangsung meriah sejak pagi hingga petang. Berbagai kegiatan mewarnai festival sastra ini.

Ada tiga agenda inti yang meramaikan Festival PPI tersebut yakni, Diskusi dan Peluncuran Buku Antologi Puisi Susur Sisir Tengger, Pameran Karya PPI dan Pertunjukan Puisi. Diskusi menghadirkan empat narasumber. Pameran menghadirkan buku-buku puisi tunggal karya penyair-penyair perempuan Indonesia.

Sedangkan pertunjukan puisi menghadirkan musikalisasi puisi dan teatrikal puisi oleh siswa siswi SD hingga SMA, serta pembacaan puisi oleh para penyair perempuan dan tamu undangan. Di antaraa mereka adalah Kurnia Effendi dan Bara Pattiradja.

Fsetival tahun ini merupakan Festival PPI yang pertama. Ketua PPI Kunni Masrohanti menggagas pelaksanaan festival ini di akhir Agustus 2025 lalu.

Gagasan itu kemudian dilontarkan kepada pengurus, lalu dibawa ke dalam rapat besar bersama seluruh anggota. Maka dilaksanakanlah festival pertama ini dengan kebersamaan dan segala keterbatasan. Festival ini akan menjadi agenda tahunan kedua PPI setalah agenda PKT.

‘’Program tahunan PPI selama ini baru Pulang ke Kampung Tradisi atau singkatnya PKT. Setiap PKT selalu melahirkan buku karya teman-teman yang bergabung di PPI. Maka perlulah kiranya dibuat sebuah festival yang menjadi kelanjutan dari program PKT. Kalau PKT adalah hulu dari karya-karya PPI, maka Fsetival PPI ini menjadi hilirnya.

Di sinilah apa yang dibahas, ditemukan, ditulis dan didokumentasikan dalam PKT akan dibeberkan secara menyeluruh. Baik tentang karya yang dihasilkan, daerah atau masyarakat ada yang dikunjungi, tradisi dan alamnya dan seterusnya. Festival ini akan menjadi aganda tahunan kedua PPI setelah PKT. Terimakasih kepada semua pihak yang sudah mendukung festival ini,’’ beber Kunni saat menyampaikan sambutannya.

Kunni juga menyampaikan, PPI merupakan sebuah komunitas yang dibangun dengan tidak mudah. Sejak berdiri tahun 2018, banyak kendala yang ditemuai, termasuk karena seluruh anggotanya tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Meski begitu, pertemuan, rapat dan diskusi secara intern selalu dilakukan di dalam ruang virtual. Hanya saja, agenda PKT tidak selalunya bisa diikuti oleh seluruh anggota karena keterbatasan waktu dan biaya.

PPI diharapkan menjadi organisasi atau komunitas sastra yang berdiri dengan kokoh dan berkarakter. Bukan komunitas hanya tempat berkumpul, jalan-jalan dan berbagi-bagi cerita saja, tapi harus menghasilkan karya. Bukan karya biasa, tapi karya yang dihasilkan dari riset tentang masyarakat adat, perempuan dengan segala tradisinya yang ada di sana lalu mendokumentasikannya dalam sebuah karya.

Dikatakannya, banyak komunitas sastra di Indonesia. Inilah PPI dengan konsentrasinya, yakni pada perempuan dengan segala perannya pada tradisi yang masih utuh, yang perlu dikembangkan atau bahkan perlu digali kembali karena sudah terancam punah lalu mencatat mendokumentasikannya melalui karya-karya puisi. Beginilah cara PPI ambil bagian dalam upaya pemajuan kebudayaan di Indonesia agar terus bisa berkontribusi dan kehadirannya bermanfaat bagi masyarakat banyak.

"Semoga PPI tetap teguh menjadi organisasi atau komunitas sastra yang berkarakter dengan ciri khasnya sendiri. Jika selaras dan dirasa sesuai, masuklah ke rumah kami yang bernama PPI ini. Jika tidak, masih banyak rumah lain dengan tujuan yang sama yakni untuk memajukan kesastraan di Indonesia,’’ sambung Kunni lagi.

‘Selain menghadirkan diskusi serta peluncuran buku Susur Sisir Tenggar, juga ada pameran karya yakni buku puisi karya penyair-penyair perempuan. Ada juga penampilan puisi baik musikalisasi puisi, teatrikal dan pembacaan puisi oleh para penyair perempuan serta para undangan.

Festival pertama ini bisa dilaksanakan berkat dukungan banyak pihak, seperti Perpustakaan Nasional yang telah memberi tempat sehingga bisa dilaksanakan di sini, keluangan waktu para narasumber, kesungguhan para pengisi acara, termasuk dukungan dari penyair-penyair sendiri.

"Kami berusaha menyajikan yang terbaik untuk festival ini,’’ kata Ketua Panitia Pelaksana, Devie Komala Syahni atau yang lebih akrab disapa Matahari.

Festival ini diawali dengan pemutaran video singkat tentang perjalanan Pulang ke Kampung Tradisi (PKT) yang merupakan program tahunan PPI dan dilaksanakan PPI ke berbagai daerah, yakni Garut Jawa Barat, Yogyakarta, Baduy Banten, Tulang Bawang Barat Lampung, dan Malang Jawa Timur. Masing-masing perjalanan menghasilkan buku. Perjalanan PKT ke Malang Juli 2025 lalu menghasilkan buku Susur Sisir Tengger yang merupakan buku ke-5 dari lima perjalanan PKT PPI.

Kegiatan festival yang dilaksanakan PPI mendapat sambutan baik dari Kepala Perpustakaan Nasional RI Prof E Aminudin Aziz MA PhD. Dan berharap kegiatan festival termasuk peluncuran buku harus sering dilaksanakan di Perpusnas karena mendorong meningkatkan lieterasi di Indonesia.

‘’Kami sangat bangga dan mengapresiasi apa yang dilakukan PPI hari ini dengan festival yang terdiri dari berbagai kegiatan. Ada diskusi dan peluncuran buku, pameran karya serta panggung puisi. Semoga kegiatan-kegiatan seperti akan lebih banyak lagi sehingga menumbuhkan semangat literasi secara luas. Selamat kepada PPI atas terselenggarakannya festival ini,’’ kata Kepala Perpusnas saat sambutan yang diwakili staffnya, Julia Nainggolan selaku Ketua Kelompok Jasa Informasi dan Referensi Digital.

Festival ini dihadiri tokoh-tokoh budaya, seniman dan komunitas-komunitas sastra, khususnya yang berada di Jabodetabek.

Hadir juga Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang turut menyampaikan apresiasi dalam majelis tersebut.

‘’Semakin hari semakin banyak orang bersastra dan berpuisi. Komunitas-komunitas sastra dan puisi juga semakin bertumbuhan. Masing-masing memiliki ciri khas dan karakternya sendiri. PPI tumbuh dengan gayanya dan program-programnya yang turut mewarnai kesastraan Indonesia hari ini. Tentu kita semua bangga dengan banyaknya komunitas yang terus berbuat untuk kemajuan sastra di Indonesia,’’ kata Sutardji.

Sutardji juga memuji apa yang telah dilakukan PPI dengan melaksanakan program PKT hingga festival tersebut. Menurtnya, imajinasi adalah hal yang paling dicari oleh penyair. Perjalanan ke tempat-tempat berbeda akan menjadi sumber inspirasi baru, seperti halnya yang dilakukan PPI.

Diskusi dan Peluncuran Buku

Diskusi yang dilaksanakan dalam Festival PPI tahun ini adalah diskusi buku karya PPI hasil  perjalanan Pulang ke Kampung Tradisi di Malang, tepatnya masyarakat adat Tengger Kampung Ngadas, Malang, Juli 2025 lalu.

Buku berjudul Susur Sisir Tengger ini berisi 105 puisi yang ditulis oleh 25 anggota PPI yang mengikuti PKT tersebut.

Ada empat narasumber yang dihadirkan PPI dalam diskusi ini. Mereka adalah Annisa Rengganis SIP MA (Staff Khusus Menteri Kebudayaan RI Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional), Dr Sastri Sunarti MHum (Kepala Pusat Riset Manuskrip Literatur dan Tradisi Lisan BRIN), Hety Palestina Yunani (Jurnalis, anggota PPI), Muhammad Ade Putra (Mahasiswa Magister Antropologi Budaya Universitss Gajah Mada) serta Cahyo Sastrowardoyo (Dosen, Duta Baca Jakarta Pusat) selaku moderator.

Sastri Sunarti sang peneliti yang sudah malang melintang menyusuri banyak daerah dan masyarakat adat dengan segala kekayaan tradisinya, menjelaskan, buku Sususr Sisir Tengger bukan hanya sekedar puisi dan ditulis sebagai puisi, tapi merupakan puisi perjalanan yang tidak lepas dengan dunia pariwisata. Cara yang dipilih PPI dalam melakukan riset dengan mendatangi langsung daerah atau desa adat yang dipilih selama beberapa hari, lalu menuliskannya menjadi sebuah puisi juga sebuah riset yang patut dihargai.

Susur Sisir Tengger termasuk puisi-puisi perjalanan yang harus diapresiasi. Puisi hasil dari perjalanan ke wilayah masyarakat adat dengan segala kekayaan budaya dan tradisinya.Bicara tentang perjalanan juga berbicara tentang pariwisata, wisata budaya. PPI bukan hanya melestarikan budaya tapi juga mengeksplore satu wilayah yang kaya budaya dan layak dikunjungi oleh wisatawan. PPI bukan hanya melestarikan budaya tapi juga turut menjadikan budaya sebagai sumber ekonomi kreatif bagi masyarakatnya.

"Maka Saya menyarankan berkomunikasilah dengan Kementerian Pariwisata karena program-program seperti ini harus didukung bukan hanya oleh Kementerian Kebudayaan tapi juga Kementerian Pariwisata,’’ katanya.

Muhammad Ade Putra, penyair muda Indonesia memandang buku Susur Sisir Tengger sebagai dokumentasi yang mencatat jejak Ngadas sedemikian rupa. Di sini PPI menyaksikan Ngadas dengan kacamata yang lain dan menjadikan puisi sebagai jalan pulang.

Ade Putra juga menyatakan PPI dan perempuan-perempuan yang tercatat dalam buku tersebut merupakan perempuan yang hadir dengan perjuangan dan kekuatan, perempuan sebagai penyambung suara peradaban dan perempuan sebagai penjaga keseimbangan.

‘’Puisi-puisi yang hadir dalam buku Susur Sisir Tengger juga merupakan puisi etnografi yang tumbuh dan menubuh dengan ekologi,’’ kata Ade Putra.

Hety Palestina Yunani yang merupakan perwakilan PPI serta panitia yang mengondisikan sedemikan rupa sehingga PKT bisa dilaksanakan di Ngadas Malang, menceritakan banyak hal tentang Ngadas saat ini dengan segala perubahan dan kearifan yang masih melekat pada tubuhnya. Banyak hal yang bisa dicatat dan dijadikan pelajaran dari perjalanan di Ngadas tersebut. Maka Hety menyebut buku Susur Sisir Tengger adalah karya hasil dari perjalanan yang tak biasa.

Buku Susur Sisir Tengger adalah hasil perjalanan tak biasa, bukan sekadar jalan-jalan tapi menjadi sebuah riset kecil yang kemudian menghasilkan karya yakni puisi. Puisi yang dihasilkan dari riset itu berbeda karena tidak ditulis hanya mengandalkan imajinasi, tetapi lebih bertanggung jawab sebagai rekaman perjalanan, dokumentasi peristiwa, bahkan pelestarian tradisi dan budaya yang ditemui dalam perjalanan itu, langsung di tempatnya.

"Buat anggota PPI khususnya yang ikut PKT, puisi yang seperti ini akan lebih terkenang lebih bermakna dan lebih berkesan,’’ kata Hety.

Bagi Hety sendiri, buku Susur Sisir Tengger ini merekam hal magis yang dialami baik saat dirinya berada di Tengger, khususnya sejak di Rumah Cengger Ayam, di Mesem Cafe & Art Gallery, Padepokan Mangundarmo yang didirikan Ki Soleh Adi Pramono seniman wayang topeng, di Candi Kidal Jago Singosari, maupun saat di Desa Ngadas.

‘’Di Ngadas inilah gambaran perempuan-perempuan penjaga tradisi yang magisnya karena merekalah yang menjaga tradisi dan budaya Tengger. Hasilnya, puisi teman-teman sangat detail merekam apa yang terjadi. Ini terlihat dari kata per kata yang ditemukan selama tiga hari di Malang Raya (kota dan kabupaten). Puisi berdasar tradisi dan riset adalah metode yang patut dilakukan penulis puisi Indonesia,’’ imbuhnya.

Sementara itu, Annisa Rengganis lebih banyak membahas peran pemerintah dalam mendorong dan mendukung komunitas dalam menjalankan program-programnya. Bahkan upaya penguatan komunitas sastra terus dilakukan. Begitu juga dukungan terhadap sastrawan yang  memang bergiat dan menjalankan kerja-kerja kesastraannya.

‘’Pemerintah hadir dan mendukung program-program komunitas sastra maupun sastrawannya sendiri. Penguatan komunitas serta penghargaan terhadap komunitas sastra juga terus dilaksanakan. Tentu, kami sangat berterimakasih kepada komunitas-komunitas yang terus berupaya memajukan kebudayaan dengan jalan sastra, termasuk PPI yang hari ini melaksanakan festival sastra melalui Festival Penyair Perempuan Indonesia,’’ kata Nissa pula.

Buku Susur Sisir Tengger 102 puisi, ditulis oleh 25 penyair peserta PKT  ke-5 di Malang dan mereka semua tergabung dalam komunitas PPI. Inilah nama-nama penyair tersebut:

1.Alang-Alang Khatulistiwa
2.Ana Ratri
3.Ayu Yulia
4.Berti Nurul Khajati
5.Chie Setiawati
6.Devie Komala Syahni
7.Eva Septiana
8.Heti Palestina
9.Iin Zakaria
10.Ira Pelita
11.Kunni Masrohanti
12.Mezra E Pellondou
13.Mimin Mintarsih
14.Muhammad Ade Putra
15.Nia Kurnia
16.Nunung Noor El Niel
17.Puput Amiranti
18.Ratna Ayu Budhiarti
19.Resty Nurfaidah
20.Rini Intama
21.Rissa Churria
22.Teti Marlina
23.Tri Wulaning Purnami
24.Vironika Sri Wahyuningsih
25.Yoza Veronika

Pameran Karya

Fsetival PPI juga diwarnai dengan pameran karya, yakni buku puisi karya PPI, khususnya buku tunggal. Buku-buku ini dipajang dan diletakkan di atas meja menjelang pintu masuk ruang serba guna lantai 4, Perpustakaan Nasional. Ada ratusan buku. Buku-buku ini diterima langsung oleh panitia dari penulisnya.

Pameran ini bukan pameran biasa, karena buku yang dipamerkan kemudian terjual, hasil penjualannya didonasikan untuk pelaksanaan Festival PPI tersebut. Keputusan ini diambil bersama oleh pengurus dan segenap anggota PPI saat rapat bersama menjelang pelaksanaan Festival PPI.

Panggung Puisi

Rangkaian kegiatan Festival PPI tahun 2025 diakhiri dengan pertunjukan puisi. Tidak hanya pembacaan puisi tapi juga ada musikalisasi dan teatrikal puisi. Pengisi acara panggung puisi juga tidak hanya dimeriahkan oleh penampilan anggota PPI, tapi juga oleh anak-anak SD, SMP dan SMA yang ada di Jakarta.

Maka gedung serba guna lantai 4 Perpusnas itupun gegap gempita.
Para penampil tersebut adalah Tersajakkanlah yang tampil dengan menyanyikan puisi dengan halus dan menyentuh hati. Penampilan Tersajakkanlah membuat suasana hening dan semakin puitis.

Selanjutnya ada penampilan teater Anak Kosong Satoe, musikalisasi puisi oleh Jejak Aksara, dan Kelompok Manis. Mereka menunjukkan kebolehannya dengan sangat apik dan rapi. Meski masih sekolah, penampilan mereka tidak bisa disebut sebagai penampilan biasa. Wajar, karena mereka adalah para juara di berbagai iven sastra di Jakarta.

Sementara itu PP juga menampilkan penyair-penyairnya membacakan puisi. Antara lain, Ayu Yulia Johan, Nunung Noor El Niel, Nia  Kurnia, Mita Katoyo, Vironika Sri Wahyuningsih, Teti Marlina dan Chie Setiawati.

Di akhir festival, PPI tampil kolaborasi teatrikal puisi tentang Nagadas dan Biyung. Mereka adalah Muhammad Ade Putra, Rissa Churria, Resty Nurfaidah, Iin Zakaria dan Kunni Masrohanti. Meski spontan, penampilan kolaborasi membuat festival berakhir dengan tepuk tangan meriah.(*)

Berita Terkait

Berita Terpopuler