Kanal

Menteri Siti Pastikan UU Ciptaker Tak Menghapus Amdal

Jakarta, Hariantimes.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) atau Omnibus Law perihal isu lingkungan tidak menghapus izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Malah, Omnibus Law UU Cipta Kerja justru mempermudah pemerintah untuk mencabut perizinan berusaha bagi perusak lingkungan. 

"Berkenaan dengan klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, saya menyesalkan ada narasi mengatakan UU Cipta Kerja menghilangkan Amdal. Itu tidak benar," tegas Menteri Siti sebagaimana dikutip dari akun resmi twiternya @SitiNurbayaLHK, Minggu (11/10/2020).

Siti mengatakan, dengan menggabungkan pengurusan izin Amdal dengan pengurusan perizinan berusaha, jika perusahaan melanggar maka pemerintah bisa mencabut keduanya sekaligus.

"Jadi tidak benar jika dikatakan UU Ciptaker kemunduran terhadap perlindungan lingkungan. Marena tidak ada perubahan terhadap dasar aturan Amdal. UU Ciptaker hanya menyederhanakan perizinan," ujar Siti.

Terkait kekhawatiran beberapa kalangan bahwa kewajiban kawasan hutan 30 persen hilang dalam UU Cipta Kerja, Menteri Siti menegaskan hal itu sangat tidak tepat. Sebab, catatan ini sudah dicover dalam kewajiban pertimbangan bio-geofisik dan sosilogi masyarakat sebagai pertimbangan untuk penggunaan dan pemanfaatan selain pertimbangan daya dukung daya tampung.

"Justru dalam UU Omnibus Law, ini bisa lebih ketat daripada hanya soal angka 30 persen," katanya.

BACA JUGA Melalui UU Omnibus Law Ciptaker, Menteri Siti: Mempermudah Pemerintah Cabut Izin Berusaha bagi Perusak Lingkungan

Artinya, jelas Menteri Siti, implikasi kewajiban memiliki dan menjaga kawasan hutan akan lebih ketat dalam aspek sustainability dan penerapan tools untuk itu seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Termasuk tools analisis pengaruh terhadap rantai kehidupan seperti rantai pangan (food chain), rantai energi, siklus hidrologi, rantai carbon dll atau disebut LCA (Life Cycle Assessment) yang sudah diawali oleh KLHK.

"Saya yakin masih banyak hal kritis lainnya yang masih liar berkembang di publik, menandakan demokrasi di Negara kita masih berjalan dengan baik," ujar Menteri Siti.

Dalam UU Cipta Kerja ini, sebut Menteri Siti, juga mencakup masalah Lingkungan Hidup dan kehutanan.

"Banyak sekali narasi-narasi berkembang yang perlu diluruskan. Salah satunya perihal perhutanan sosial. Perlu dicatat! UU Cipta Kerja adalah UU berpihak ke rakyat kecil, tidak hanya swasta besar. Inilah untuk pertama kalinya ada UU yang memasukkan secara ekplisit mengenai Perhutanan Sosial," jelas Menteri Siti.

Melalui Perhutanan Sosial, ulas Menteri, hak-hak masyarakat dilindungi, izin tidak lagi diberikan hanya kepada korporasi, tapi kepada kelompok tani dan hak-hak rakyat terpenuhi.

"Diatur sedemikian rupa, sehingga tidak lagi seperti di waktu-waktu lalu. Sangat banyak izin dikeluarkan untuk swasta dan sangat sedikit izin untuk akses masyarakat. Presiden Jokowi sudah mengawalinya untuk memberikan izin-izin bagi masyarakat , sehingga ada proporsi keadilan buat rakyat," sebut Menteri Siti.

Dikatakan Siti, Perhutanan Sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, menjaga keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya. Hutan sosial juga menjadi salah satu alternatif menyelesaikan sengketa terhadap pelanggaran atau pencurian di hutan. Contoh konkrit dengan adanya UU Cipta Kerja, tidak boleh ada lagi kriminalisasi pada petani kecil atau masyarakat adat.

Sebelumnya, UU cukup kejam. Bahkan istilahnya dulu di hutan konservasi itu “ranting tak boleh patah, nyamuk tak boleh mati “. Petani yang tidak sengaja melakukan kegiatan di hutan, atau bahkan sebetulnya sudah berumah di hutan, langsung berhadapan dengan hukum. Sekarang ada pengenaan sanksi administratif, bukan pidana, dan kepada masyarakat, dilakukan pembinaan dan diberikan legalitas akses. Istilahnya dalam UU berupa  kebijakan penataan kawasan hutan seperti hutan sosial, kemitraan konservasi, reforma agraria, hutan adat dan lain-lain," beber Siti seraya menyampaikan UU Cipta Kerja sangat berpihak kepada masyarakat, mengedepankan restorative justice. Penegakan hukum bagi perusak lingkungan juga semakin jelas, tegas, dan lebih terukur.

"Masih banyak yang perlu kita sampaikan dan akan terus kita sampaikan. Sehingga UU Cipta Kerja sebagaimana tujuannya, dapat mewujudkan Indonesia Maju," ujar Menteri Siti.(*)

Berita Terkait

Berita Terpopuler