Kanal

Gambut Memiliki Peran Vital Mengurangi Bencana Hidrometeorologi

Siak, Hariantimes.com - Gambut memiliki peran vital dalam mengurangi bencana hidrometeorologi. Peran vital itu terus diupayakan pelestariannya. 

Salah satunya mempraktikkan prinsip paludikultur dalam menjalankan kegiatan budidaya di lahan gambut. Terutama pada daerah yang memiliki lahan gambut yang luas termasuk Kabupaten Siak.

"Banyak pihak beranggapan okosistem gambut memiliki produktifitas rendah, lahan marjinal dan sulit diupayakan. Namun ekosistem gambut nyatanya sangat mendukung pembangunan dan kehidupan masyarakat. Hal ini didasari oleh gambut sebagai penyimpan karbon, serta rumah bagi keanekaragaman hayati," terang Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG) RI Dr Haris Gunawan saat acara Webinar Pelatihan Bagi Pelatih Berbasis Lapangan dalam Pengembangan Budidaya Berkelanjutan Paludikultur di Ruang Meeting Harmoni 21 Hotel, Kecamatan Siak, Rabu (26/08/2020) siang.

Kegiatan ini juga di hadiri Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Siak, Pimpinan OPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak,dan puluhan peserta dari berbagai daerah di Kabupaten Siak.

Haris menekankan, budidaya pada lahan gambut, termasuk di Kabupaten Siak harus benar-benar memahami karakteristik gambut. Yakni berada dalam kondisi basah dengan tinggi muka air (TMA) harus lebih tinggi dari -0.4 m sepanjang tahun.

Hingga saat ini, beber Harris, BRG telah mengidentifikasi spesies potensial, nilai keekonomian komoditas, serta melakukan berbagai penelitian atau uji coba di lapangan. Minimal terdapat tiga faktor penting paludikultur dapat lebih dikembangkan di Kabupaten Siak yaitu partisipasi masyarakat, keterlibatan sektor swasta/dunia usaha, dan kebijakan penataan ulang lanskap ekosistem gambut yang bersinergi.

"Kami sangat berharap peran serta Pemerintah Daerah dan masyatakat untuk bersama-sama melestarikan ekosistem gambut, salah satunya dengan mendukung restorasi gambut serta mempraktekkan sistem paludikultur dalam pengolahan lahan gambut untuk kemajuan ekonomi masyarakat," harapnya.

Menurut Harris, kondisi hidrologi gambut menjadi 3 bagian. Yakni gambut yang tergenang sepanjang tahun, gambut yang tergenang selama musim hujan dan gambut yang sudah kering. 

"Paludikultur bisa dilakukan secara langsung pada kondisi gambut tergenang. Kondisi genangan ini menjadi faktor pembatas bagi tanaman tertentu, namun juga menjadi peluang untuk kegiatan perikanan. Dalam kondisi demikian, agrosilvofishery merupakan  bentuk adaptasi dan integrasi sumber daya dan budidaya pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menerapkan prinsip-prinsip paludikultur," jelas Harris seraya mengatakan, setidaknya terdapat 6 jenis tanaman hortikultura adaptif genangan yang dibudidayakan. Di mana cabai keriting merupakan tanaman dengan benefit cost ratio yang paling tinggi (3.3). Untuk  tanaman kehutanan terdapat Shorea balangeran yang mencapai penambahan diameter  hingga 3.15 cm/tahun dan dari sisi perikanan terdapat 13 jenis ikan lokal yang dibudidayakan dan terselamatkan dari kepunahan.

"Untuk mendorong kegiatan ekonomi  masyarakat berbasis paludikultur, peran masyarakat sangat penting. Di mana Green Circular Economy Concept harus diterapkan. Membuat masyarakat kita memahami kondisi sekitarnya dan mendorong keberdayaan dan kemandirian secara lokal, menjadi kunci utama konsep ini," ulas Haris sembari mencontohkan berbagai ide kreatif pengembangan paludikultur oleh masyarakat, seperti peternakan bebek/kambing/sapi secara terpadu, pemanfaatan limbah organik untuk menjadi pupuk organik dan compost block, budidaya lebah, burung walet, ikan hias, pembuatan silase,  pemanfaatan serat nanas, pembuatan pelet ikan dan  albumin dari ikan rawa.

Konsep kreatif lainnya yaitu pemanfaatan purun sebagai bahan anyaman, sedotan, dan bahan makanan, pemanfaatan teratai untuk bahan tepung dan bahan piring ramah lingkungan.

Sementara itu, Asisten I Setda Kabupaten Siak Budhi Yuwono menyampaikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak mendukung pengembangan paludikultur, sebagai praktik pengelolaan lahan gambut Aladaptif berkelanjutan. Karena paludikultur bukanlah konsep baru dalam hal pengelolaan gambut di Kabupaten Siak. 

Menurut Budhi Yuwono, pola pertanian Paludikultur sudah sejak 2015 diterapkan oleh petani Kabupaten Siak.

"Paludikultur ini sejak lama kami terapkan, tepatnya sejak tahun 2015 bagaimana kami berupaya mencegah kebakaran hutan dan lahan, dimana faktor utamanya ialah keterbatasan pengetahuan dan kemampuan petani (masyarakat) dalam mengolah lahan gambut serta pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat," jelasnya.

Budhi Yuwono juga memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah menggagas dan mlaksanakan Webinar Pelatihan tersebut, agar penerapan Paludikultur di Kabupaten Siak dapat dikembangkan, sehingga  masyarakat (petani) mampu mengolah lahan gambut dengan baik.

"Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Siak tentunya sangat berterimakasih dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada LPPM Unri dan Badan Restorasi Gambut yang telah berinisiasi dan melaksanakan pelatihan ini. Semoga dengan adanya pelatihan dan berbagai seminar akan menjadikan pengelolaan lahan gambut di Kabupaten Siak kedepannya lebih baik," ujarnya.

Sekretatis Satgas Covid-19 Kabupaten Siak itu juga mengingatkan, seluruh peserta pelatihan untuk memperhatikan protokol kesehatan sbagai upaya bersama mencegah penyebaran covid-19.

"Kami berharap seluruh peserta pelatihan nantinya dapat menjadi pelopor gerakan Paludikultur di wilayah masing-masing. Sehingga selain gambut dapat bermanfaat secara ekonomis bagi masyarakat sekaligus meminimalisir terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Saya juga berharap kepada kita semua agar pelaksanaan kegiatan ini dengan memperhatikan protokol kesehatan sebagai upaya kita menekan penyebaran covid-19," harapnya.(*)

Berita Terkait

Berita Terpopuler