Kanal

Memberitakan Produk Legilasi DPR, Media Siber Diminta Berhati-hati dan Proporsional

Jakarta, Hariantimes.com - Produk legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belakangan ini cenderung menimbulkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat. 

Karena itu, pengelola media khususnya media siber diserukan untuk berhati-hati dan proporsional serta lebih arif dalam memberitakan produk legislasi DPR yang kadang-kadang mendahulukan sisi politik daripada kepentingan bangsa. 
     
Seruan itu mengemuka saat rapat pleno Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) melalui aplikasi Zoom yang dihadiri para pengurus SMSI, Jumat (26/06/2020).

Rapat pleno tersebut dipimpin oleh Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus didampingi Sekretaris Jenderal SMSI HM Untung Kurniadi. 
     
Selain membahas rencana rapat kerja nasional SMSI, rapat pleno tersebut juga membicarakan persoalan bangsa, termasuk soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). 

Firdaus mengatakan, SMSI yang beranggotakan lebih dari 1.000 perusahaan media siber di seluruh Indonesia merasa terpanggil untuk membahas masalah kebangsaan yang terbelah gara-gara produk DPR. Yang mana, produk legislasi DPR terakhir yang menimbulkan perpecahan di masyarakat adalah RUU HIP. 

“Kami prihatin terhadap produk DPR yang hanya menimbulkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat,” ujar Firdaus. 
       
Menurut Firdaus, Pancasila yang selama ini menjadi dasar negara dan melandasi organisasi-organisasi di Indonesia harus tetap dipertahankan. Jangan ada pihak-pihak yang mengganggu, melemahkan, atau mengubah Pancasila melalui cara apapun. 
    
“Kalau Pancasila diubah dengan RUU HIP ini, negara kita ini mau jadi apa? Pancasila juga sudah menjadi landasan organisasi kita SMSI. Kalau Pancasila diubah, mau dikemanakan arah organisasi ini,” tegas Firdaus yang disambut para peserta pleno dengan kata sepakat, “RUU HIP harus dicabut”. 
     
Sedikitnya ada empat poin di dalam RUU HIP yang paling banyak diprotes oleh berbagai kalangan. 

Pertama, tidak dicantumkannya TAP MPRS soal pelarangan PKI dan komunisme dalam konsideran. 
     
Kedua adanya frasa “Ketuhanan yang berkebudayaan” dalam pasal 7 ayat (1) dan konsep Trisila dan Ekasila dalam pasal 7 ayat (2) yang dinilai mengesampingkan agama. RUU HIP tersebut telah disahkan menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakya (DPR).  
    
SMSI dalam menyikapi RUU HIP tersebut, selain menolak, juga akan melakukan kajian mendalam mengenai apa saja yang akan kena dampak negatif kalau sampai RUU HIP disahkan.(*)

Berita Terkait

Berita Terpopuler