Penyerangan Perumahan Karyawan PT Langgam Harmoni

Kabid Humas Polda Riau: Bukan Perkara Sengketa Lahan


Dibaca: 1078 kali 
Rabu, 12 Januari 2022 - 18:55:00 WIB
Kabid Humas Polda Riau: Bukan Perkara Sengketa Lahan Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu (12/01/2022).

Pekanbaru, Hariantimes.com - Perkara yang menjerat oknum dosen Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Riau AH murni pidana pengrusakan, pengancaman dan pemerasan. 

Sehingga pasal yang diterapkan terhadap AH adalah 170 KUHP, 335 KUHP dan 368 KUHP junto Pasal 55 dan atau 56 KUHP.

"Perlu saya tegaskan, perkara yang disangkakan terhadap AH adalah tentang tindak pidana pengrusakan disertai ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT Langgam Harmoni, Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu pada Kamis 15 November 2020 lalu. Jadi jelas bukan perkara sengketa lahan," tegas Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu (12/01/2022).

Dalam penanganan perkara tersebut, beber Sunarto, penyidik telah menetapkan dua tersangka lainnya, Marvel dan Hendra Sakti. Kedua tersangka yang berperan sebagai koordinator lapangan dan pengarah massa telah divonis bersalah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang. Marvel dihukum 1 tahun 8 bulan dan Hendra Sakti dihukum 2 tahun 2 bulan penjara.

Berdasarkan fakta persidangan, perwira menengah polisi tersebut mengatakan, kejahatan itu bermuara pada AH. Dua terpidana sebelumnya menyatakan, mantan ketua Koperasi Sawit Makmur periode 2016-2021 itu adalah otak aksi penyerangan yang melibatkan 300 preman untuk melakukan pengusiran dan pengancaman terhadap karyawan. 

"Dan berdasarkan fakta persidangan diketahui bahwa yang menjadi otak atas kejadian tersebut (Pasal 170 KUHP) adalah saudara AH (Ketua Kopsa-M)," papar Sunarto sembari membantah tudingan kriminalisasi terhadap tersangka pengrusakan disertai pengancaman dan pengusiran perumahan karyawan PT Langgam Harmoni, AH seperti yang dilontarkan Setara Institute. 

Untuk itu, tegas Sunarto, penetapan tersangka AH murni karena yang bersangkutan diketahui sebagai pihak yang menyuruh dan membiayai kelompok massa sebanyak 300 orang untuk mendatangi perumahan karyawan PT Langgam Harmoni.

Bahkan, sebelum dibawa dan ditangkap, penyidik telah melakukan dua kali pemanggilan terhadap AH usai ditetapkan sebagai tersangka. Namun, tersangka tidak pernah memenuhi panggilan tersebut hingga diterbitkan surat daftar pencarian orang. 

Terkait status perlindungan AH pada lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK), Sunarto mengatakan, LPSK dapat memberikan perlindungan kepada pelaku kejahatan yang bermaksud bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap kejahatan. 

"Pelaku kejahatan yang demikian disebut dengan saksi pelaku. Undang-undang menegaskan saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama atau vide Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang perlindungan saksi dan korban. Namun faktanya dalam penanganan perkara ini tersangka AH bukanlah tersangka yang kooperatif karena telah 2 kali tidak memenuhi panggilan penyidik sehingga jelas secara hukum tindakan Penyidik Sat Reskrim Polres Kampar yang melakukan upaya paksa membawa, menangkap dan menahan tersangka AH adalah tindakan yang sah," jelas Sunarto seraya menegaskan, perkara yang ditangani Satreskrim Polres Kampar tersebut adalah antara Karyawan PT Langgam Harmoni dengan AH. 

"Tidak ada hubungannya dengan PTPN V, juga tak ada kaitannya dengan petani yang tergabung dalam Kopsa-M," tegas Sunarto sembari juga mengimbau semua pihak harus menghormati proses hukum yang berjalan dan tidak mempolitisir situasi dengan menyampaikan narasi yang tidak sesuai fakta. 

"Kita berharap tidak ada lagi statement atau narasi yang muncul dengan mengalihkan permasalahan untuk kepentingan seseorang atau pihak tertentu," harapnya.

Untuk diketahui, penyerangan yang dilakukan AH dan kroninya berlangsung pada Oktober 2020 silam. Dalam aksi yang dilakukan pada malam hari tersebut, para pelaku melakukan pengrusakan dan penjarahan puluhan rumah yang dihuni sekitar 200 karyawan dan buruh. 

Dalam aksinya, mereka terlebih dahulu memutuskan aliran listrik ke perumahan karyawan tersebut. Di saat suasana gelap gulita, mereka mendobrak paksa satu persatu rumah yang saling berdempetan dan memaksa para karyawan keluar dari desa. 

Aksi yang juga menimpa anak-anak serta istri para karyawan tersebut membekas erat hingga menyebabkan trauma berat. Tak sedikit para karyawan perkebunan sawit itu memilih pulang kampung pasca penyerangan brutal tersebut.(*)