Penyiaran Sistem Analog di Indonesia Sangat Boros Pita Frekuensi


Dibaca: 935 kali 
Selasa, 15 Juni 2021 - 09:39:56 WIB
Penyiaran Sistem Analog di Indonesia Sangat Boros Pita Frekuensi KPID Provinsi Riau menaja Diskusi Ahli, Senin (14/06/2021).

Pekanbaru, Hariantimes.com - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau menaja Diskusi Ahli, Senin (14/06/2021). 

Diskusi yang  mengangkat tema Peluang, Harapan dan Tantangan Digitalisasi Penyiaran di Provinsi Riau ini berlangsung  di Kantor KPID Riau, Lantai 3 Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau Jalan Gajah Mada Pekanbaru.

Pada diskusi ini, KPID menghadirkan  narasumber Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Asyari Abdulla  SSos MIKom sebagai narasumber.

Selain dihadiri Komisioner KPID Riau, peserta diskusi ini adalah para mahasiswa rumpun Ilmu Komunikasi  dari berbagai perguruan tinggi di Provinsi Riau. Seperti Universitas Riau, Universitas Lancang Kuning, Universitas Islam Riau, UIN Suska dan LP3I.

Asyari yang sudah menulis sejumlah riset mengenai penyiaran digital ini memaparkan betapa pentingnya dunia penyiaran televisi berbasis teresterial di Indonesia segera beralih dari sistem analog ke sistem digital. 

"Yang dimaksud dengan penyiaran berbasis teresterial adalah yang menggunakan frekuensi. Karena frekuensi adalah sumber daya alam terbatas sebagaiman juga minyak, gas dan lainnya perlu diatur dan dioptimalkan penggunaannya," sebut Asyari.

Menurut Asyari, penyiaran sistem analog yang saat ini digunakan di Indonesia sangat boros dalam pemanfaatan pita frekuensi. Padahal kalau segera beralih ke sistem digital, akan banyak tersisa atau disebut digital deviden yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Sebuah riset yang dilakukan untuk memperkuat naskah akademis revisi Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 menyebutkan sisa frekwensi sebagai multiefek beralih ke sistem penyiaran digital bisa mencapai Rp77 triliun.

Pada kesempatan itu, Asyari juga memaparkan betapa tertinggalnya Indonesia di dunia bahkan di Asia Tenggara dalam hal 'move on' ke sistem penyiaran digital ini. 

"Indonesia sudah berapa kali mencanangkan segera beralih ke digital atau Analog Switch Of (ASO). Mulai dari Konvensi Jenewa hingga Kesepakatan Menteri Kominfo se-Asia Tenggara. Namun karena tarik menarik sejumlah kepentingan selalu gagal. Sehingga hari ini di Asia Tenggara hanya Indonesia dan Timor Leste yang masih menggunakan siaran televisi analog," katanya.

Karena itu, dia menyambut baik segera dilakukan ASO di Indonesia secara bertahap dan paling lambat sudah harus tuntas pada 22 November 2022. Ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pada klaster Penyiaran. Bahkan dibeberapa kabupaten di Riau ASO berlaku 31 Desember 2021 ini.

Sementara itu, Ketua KPID Riau, Falzan Surahman SSi MIKom mengatakan, lembaganya terus mendukung pemerintah melakukan sosialisasi peralihan sistem penyiaran dari analog ke digital ini. 

"Kita bersinergi dengan semua pihak melakukan sosialisasi seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi dan lembaga penyiaran itu sendiri. Karena masih banyak masyarakat yang belum paham betul dengan sistem penyiaran digital ini. Bahkan ada yang menyamakannya dengan siaran yang ditonton melalui di internet. Padahal bukan begitu. Penyiaran digital tetap melalui televisi menggunakan antena biasa tapi sudah digital. Kelebihannya, siaran lebih jernih, kualitas gambar dan suara sangat bagus," katanya.(rls)