Tingkatkan Iklim Investasi di Industri Hulu Migas 

Kementerian ESDM Bersama Kemenkeu dan SKK Migas Rumuskan Opsi Kebijakan Fiskal


Dibaca: 1070 kali 
Sabtu, 21 November 2020 - 19:05:27 WIB
Kementerian ESDM Bersama Kemenkeu dan SKK Migas Rumuskan Opsi Kebijakan Fiskal Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman.

Jakarta, Hariantimes.com - Untuk meningkatkan iklim investasi di industri hulu migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Keuangan dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merumuskan opsi kebijakan fiskal.

Opsi kebijakan fiskal itu ditargetkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan ini untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menyebutkan, di tengah pandemi Covid-19 dan persaingan global yang semakin ketat Indonesia harus bisa bersaing untuk menarik investor. Untuk itu dibutuhkan stimulus, khususnya terkait sistem bagi hasil, perpajakan dan kemudahan dalam menjalankan kegiatan usaha.

“Stimulus dibutuhkan untuk memastikan proyek tersebut masih menarik investor,” katanya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Forum Ekonomi dan Keuangan 2020 yang digelar secara online di Jakarta, Sabtu (21/11/2020).

FGD yang mengusung tema Strategic Collaborative Sinergy and Effective Fiscal Terms itu dihadiri sekitar 500 peserta. Forum ini juga menjadi wadah diskusi antara SKK Migas, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), para ahli ekonomi dan keuangan dalam dan luar negeri, serta para pengambil keputusan di Indonesia untuk membahas rumusan kebijakan fiskal yang paling efektif dan menarik bagi sektor hulu migas Indonesia.

Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S Handoko mengatakan, FGD merupakan kelanjutan dari serangkaian diskusi dengan para pemangku kepentingan yang telah dilakukan sebelumnya.

Semua pihak, kata Arief, memiliki spirit yang sama untuk mencari konsep atau bentuk rumusan insentif agar dapat memberikan kepastian investasi di awal, dalam.

Insentif ini dibutuhkan oleh industri hulu migas karena gap antara produksi dan konsumsi di dalam negeri semakin besar. Saat ini sebagian besar wilayah kerja yang akan dikerjakan oleh kontraktor adalah wilayah kerja yang tua, atau berada di wilayah kerja yang sulit.

“Untuk meningkatkan cadangan, mutlak dibutuhkan eksplorasi yang saat ini mulai bergerak ke arah yang sulit, yaitu bergerak dari wilayah barat ke timur dan dari darat ke laut. Inilah mengapa dibutuhkan insentif tersebut,” katanya.

Arief menambahkan, jenis insentif yang dibutuhkan kontraktor beragam. Tergantung kegiatan yang akan dilakukan. Insentif yang dibutuhkan dalam jangka pendek meliputi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017 terkait fasilitas perpajakan untuk Kontrak Kerja Sama existing.

"Saya menilai, revisi diperlukan agar fasilitas pajak-pajak tidak langsung tidak hanya diberikan sejak tahap eksplorasi. Namun juga diberikan hingga akhir masa kontrak demi menjamin kepastian keekonomian proyek migas. Sementara untuk Kontrak Kerja Sama baru, perlu pemberlakuan kembali Assume and Discharge melalui revisi UU Migas," katanya.

Jenis insentif lain untuk mendukung kegiatan jangka menengah dan panjang antara lain tax allowance, pembebasan Branch Profit Tax (BPT) atas penghasilan, tax consolidation, dan tax holiday.

Sementara itu, Kementerian Keuangan secara positif dan terbuka akan mendalami bentuk kebijakan fiskal yang akan diberikan. 

“Kami siap berdiskusi untuk memperbaiki kebijakan fiskal yang dibutuhkan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Kementerian Keuangan mendengar berbagai aspirasi dari pelaku industri hulu migas dan mendukung diskusi yang lebih komprehensif dan mendalam guna menghasilkan solusi peningkatan produksi hulu migas. Hasil dari diskusi panel hari ini akan sangat menentukan industry hulu migas dan kemajuan perekonomian Indonesia di masa depan.

Karena itu, perlu segera dilakukan pembahasan secara komprehensif yang melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, SKK Migas, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengenai bentuk paket insentif atau stimulus untuk industri hulu migas baik dari sisi pajak maupun non-pajak, dengan memperhatikan data-data dan informasi yang lebih spesifik terkait kondisi, tantangan, dan potensi cadangan migas di Indonesia saat ini dan pada masa yang akan datang.(*)