Diskusi Lingkungan Warnai Festival Hammock 2025


Dibaca: 149 kali 
Selasa, 16 Desember 2025 - 16:30:00 WIB
Diskusi Lingkungan Warnai Festival Hammock 2025 Diskusi Lingkungan Warnai Festival Hammock 2025.

Kampar, Hariantimes.com - Laskar Penggiat Ekowisata (LPE) Riau menggelar Festival Hammock tahun 2025 di Hutan Adat Imbo Putui, Desa Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Satu (13/12/2025) dan Minggu (14/12/2025).

Berbagai kegiatan mewarnai festival ini, mulai dari diskusi lingkungan, nonton film tentang masyarakat adat, panggung ekspresi, sharing community, menjelajahi Imbo Putui hingga penanaman pohon.

‘’Alhamdulillah, berbagai kegiatan dalam Fsetival Hammock tahun ini bisa dilaksanakan dengan baik meski sedikit agak terkendala karena hujan deras yang mengguyur sepanjang malam. Diskusi lingkungan, bebarapa rangkaian acara di malam hari, menjelejahi Imbo Putui hingga menanam pohon, semuanya terlaksana dengan baik,’’ ujar Ketua Panitia, Yanda Rahmanto.

Diskusi lingkungan Sabtu sore itu mennghadirkan tiga nara sumber diskusi. Mereka adalah Direktur Walhi Riau Eko Yunanda, Manager Program Paradigma Fandi Rahman dan Ketua LPHA Imbo Putui Bang Bren. Diskusi dipandu Direktur Salmah Creative Writing (SCW) Siti Salmah.

Dalam paparannya, Ketua LPHA  membeberkan kondisi Hutan Adat Imbo Putui yang saat ini luasnya 251 hektare (ha).

Pada awalnya Imbo Putui memiliki luas 418 ha, tapi kemudian dikuasi oleh perusahaan 167 ha. Masyarakat setempat sudah berusaha mengambil kembali lahan yang diambil perusahaan tersebut, tapi hasilnya sia-sia.

‘’Sampai kapanpun kami akan mempertahankan hutan ini. Alhamdulillah sekarang sudah menjadi Hutan Adat yang di-SK-kan oleh Menteri Kehutanan. Sehingga tidak ada siapapun yang bisa mengambil. Kami sudah berusaha mengambil lahan yang dikelola perusahaan, tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang tersisa inilah yang harus dijaga, diletasrikan dan diharapkan berdampak secara ekonomi bagi masyarakat. Makanya menjadi tempat wisata alam,’’ ujar Bang Bren.

Direktur Walhi Riau, Eko Yunanda pada kesempatan tersebut menegaskan pentingnya proses pewarisan antar generasi dan peran orang muda agar hutan yang diperjuangkan, dipertahankan dan dikelola orang-orang tua sebelumnya bisa dipertahankan dan dijaga juga oleh generasi berikutnya, serta diwariskan kembali.

Dikatakannya keadilan ekologis merupakan tuntutan yang harus disuarakan orang muda, khususnya di Riau. Mengingat industri ekstraktif yang menguasai lebih dari 50 persen daratan Riau menyebabkan hilangnya tutup hutan alam, merusak habitat satwa, merampas ruang hidup masyarakat adat dan tempatan, mencemari sungai dan udara serta merusak ekosistem gambut di Riau.

Melihat kondisi ini, gerakan orang muda Riau sangat penting. Terlebih orang muda  sebagai pewaris yang bertanggungjawab memastikan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi generasi berikutnya. Hal ini dapat dimulai dengan mendorong evaluasi perizinan korporasi perusak lingkungan, kemudian mendesak negara memulihkan lingkungan dan ruang hidup sebagai wujud pemulihan hak seluruh subjek ekologis

Sementara itu, Fandi membeberkan tentang Hutan Adat sebagai pendingin bumi. Dan menyoroti kesalahan persepsi yang sering terjadi: melihat hutan hanya sebagai objek visual yang 'instagramable'.

"Kita datang ke sini mencari udara sejuk karena di kota suhu makin panas ekstrem. Tapi kita sering lupa, kesejukan itu ada karena hutan ini bekerja keras menyerap karbon. Setiap batang pohon di Imbo Putui adalah mesin penyerap emisi. Jika hutan ini hilang, kita bukan hanya kehilangan tempat wisata, tapi kita kehilangan perisai menghadapi bencana iklim,’’ tegas Fandi.

Diskusi yang dilaksanakan di ruang terbuka tersebut berakhir dengan tanya jawab dan pembagian dorrprize bagi peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dari narasumber. Malam harinya, peserta mengikuti rangkaian acara di tenda utama karena hujan. Di sana mereka nonton film bersama, mengikuti panggung ekspresi dan sharing community. Sedangkan paginya, mereka mengikuti jelajah Imbo Putui dan penanaman pohon.

‘’Ini bukan Festival Hammock yang pertama, tapi yang keempat. Pertama dilaksanakan tahun 2016 di hutan Buluhcina. Festival kedua tahun 2017 juga di hutan Buluhcina. Selanjutnya terhenti karena Covid dan aktif lagi tahun 2024 festival ketiga juga di hutan Buluhcina, dan sekarang festival ke empat di Hutan Adat Imbo Putui. Alhamdulillah peserta hampir 100 orang dari berbagai kabupaten di Riau. Panitia juga melibatkan masyarakat tempatan. Semoga mimpi menjaga hutan secara bersama-sama dengan mengajak masyaralat luas, mulai dengan menumbuhkan pohon-pohon dengan menanam hingga turut melestarikannya akan terwujud,’’ papar Koordinator LPE Riau Muhammad Aprianda.

LPE Riau merupakan salah satu Organisasi Anggota (OA) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)_ Riau dari 12 OA yang ada di Walhi. Maka,  kegiatan ini dihadiri juga oleh OA Walhi Riau yang lain, Eksekutif Daerah Walhi Riau Eko Yunanda hadir sebagai nara sumber diskusi didampingi seluruh stafnya. Acara ini sendiri dibuka daa ditutup oleh Dewan Daerah Walhi Riau, Kunni Masrohanti yang juga salah satu pendiri LPE Riau.

Walhi Riau mengucapkan terimakasih kepada LPE yang sudah berkerja keras melaksanakan Festival Hammock 2025 yang juga merupakan salah satu cara mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga hutan dan melestarikannya. Dengan cara berwisata dengan basis lingkungan, kampanye menjaga hutan akan lebih mudah diterima, khususnya anak-anak muda seperti peserta yang hadir hari ini. Menjaga hutan, berarti menjaga pohon. Sekali lagi tahniah LPE apalagi kegiatannya banyak, ada menanam pohonnya juga.

"Terimaksih LPHA dan Pokdarwis yang sudah menerima keluarga besar Walhi Riau. Sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakan di Hutan Adat Imbo Putui. Terimakasih kepada seluruh peserta dan tetaplah bersama LPE Riau,’’ kata Kunni.(rls)