Oleh: Nadia Islami (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Riau)
PERGURUAN tinggi di Indonesia memiliki peran strategis dalam mencetak generasi muda ekonom yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga mampu menjawab tantangan nyata pembangunan nasional.
Apalagi di era globalisasi, transformasi digital dan perubahan struktur ekonomi, mahasiswa ekonomi dihadapkan pada tuntutan untuk menghasilkan riset yang tidak berhenti pada publikasi, melainkan dapat dihilirisasi menjadi solusi konkret bagi masyarakat dan pemerintah.
Dalam konteks ini, kepemimpinan akademik memegang peran kunci. Dosen, dekan, dan rektor bukan sekadar pengajar dan pengelola institusi, tetapi juga pemimpin yang menentukan arah, memberi dukungan, dan menumbuhkan motivasi mahasiswa agar mampu menembus hambatan riset.
Path-Goal Theory menawarkan kerangka yang tepat untuk membaca peran tersebut. Teori ini menekankan bahwa pemimpin perlu menyesuaikan gaya kepemimpinan directive, supportive, participative, dan achievement-oriented dengan kebutuhan individu yang dipimpinnya.
Dalam dunia akademik, mahasiswa adalah individu yang membutuhkan arahan metodologis, dukungan moral, partisipasi dalam pengambilan keputusan riset, serta tantangan untuk mencapai standar tinggi. Tanpa kepemimpinan yang adaptif, mahasiswa berisiko terjebak pada penelitian yang hanya menjadi dokumen arsip, bukan pengetahuan yang memberi dampak.
Teori jalur tujuan dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen penelitian Ohio State University tentang kepemimpinan pada initiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Path-goal theory adalah pendekatan kontingensi untuk kepemimpinan di mana tanggung jawab pemimpin adalah untuk meningkatkan motivasi bawahan dengan mengklarifikasi perilaku yang diperlukan untuk penyelesaian tugas dan penghargaan.
Istilah path goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif akan memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan.
Hilirisasi riset menjadi salah satu fokus utama kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia. Pemerintah menekankan pentingnya agar hasil penelitian mahasiswa dan dosen tidak berhenti pada publikasi ilmiah, melainkan mampu diimplementasikan untuk menjawab tantangan ekonomi dan pembangunan nasional.
Dalam konteks ini, kepemimpinan akademik yang dijalankan oleh dosen, dekan, dan rektor memiliki posisi kunci.
Dosen merupakan pemimpin akademik paling dekat dengan mahasiswa.
Dalam perspektif Path-Goal Theory, dosen dapat menerapkan gaya directive leadership dengan memberikan arahan metodologis, standar penulisan, serta prosedur penelitian yang jelas. Pada saat yang sama, dosen juga berperan supportive, yaitu memberi motivasi, dukungan moral dan rasa percaya diri kepada mahasiswa yang kerap menghadapi kebuntuan riset.
Ketika mahasiswa diikutsertakan dalam diskusi mengenai relevansi penelitian dengan isu-isu ekonomi nasional, dosen sedang menjalankan participative leadership. Dan dengan memberikan target yang lebih menantang, misalnya mendorong mahasiswa agar risetnya dipublikasikan di jurnal internasional atau dimanfaatkan pemerintah daerah, dosen menjalankan achievement-oriented leadership.
Pada level fakultas, dekan memiliki peran strategis dalam menciptakan ekosistem riset yang kondusif.
Dekan dapat mengimplementasikan gaya participative leadership dengan melibatkan dosen dan mahasiswa dalam merumuskan roadmap riset fakultas. Roadmap tersebut tidak hanya mengarahkan tema penelitian, tetapi juga menyelaraskannya dengan kebutuhan pembangunan daerah dan kebijakan nasional.
Dekan juga dapat bertindak directive dengan menetapkan regulasi atau insentif agar riset mahasiswa dan dosen diarahkan pada hilirisasi, misalnya melalui inkubasi bisnis atau kerja sama dengan pemerintah daerah.
Dengan demikian, kepemimpinan dekan menjadi jembatan antara visi universitas dan praktik riset di level fakultas.
Rektor berada pada level pengambil kebijakan tertinggi di universitas. Dalam perspektif Path-Goal Theory, rektor dapat menggabungkan directive leadership dengan mengarahkan seluruh civitas akademika pada visi hilirisasi riset, serta participative leadership dengan menjalin kerja sama strategis dengan industri, pemerintah dan lembaga riset.
Peran rektor tidak berhenti pada mengarahkan penelitian, tetapi juga memastikan bahwa riset yang dihasilkan benar-benar diadopsi sebagai dasar kebijakan publik. Dengan demikian, rektor menjadi aktor kunci dalam menjembatani dunia akademik dengan dunia nyata, terutama dalam mewujudkan evidence-based policy.
Dengan demikian, kepemimpinan akademik yang terarah, partisipatif, dan berorientasi pada pencapaian, menjadi kunci agar penelitian di perguruan tinggi tidak hanya memenuhi aspek akademis, tetapi juga memberi kontribusi nyata dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang berbasis bukti, aplikatif, dan berdampak bagi masyarakat.
Hilirisasi riset merupakan jawaban atas kritik bahwa banyak penelitian di perguruan tinggi Indonesia tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, Path-Goal Theory membantu menjelaskan bagaimana pemimpin akademik dapat menuntun mahasiswa dari tahap awal penelitian hingga hasilnya benar-benar dimanfaatkan.
Dosen menuntun mahasiswa di tingkat mikro, dekan membangun sistem di tingkat meso dan rektor memastikan keberlanjutan kebijakan di tingkat makro. Ketiganya membentuk satu rangkaian kepemimpinan akademik yang dapat menghasilkan riset yang bukan saja berkualitas secara akademis, tetapi juga berdampak nyata bagi masyarakat dan pembangunan ekonomi.
Misalnya data dari platform BIMA (Base Integrasi Manajemen dan Anggaran) milik Kemendikbudristek menunjukkan bahwa sejak 2024 lebih dari 50.000 proposal penelitian dan hampir 10.000 proposal pengabdian diajukan, namun hanya 16.460 proposal dari 1.503 perguruan tinggi yang seutuhnya memperoleh pendanaan sebesar Rp1,285 triliun.
Fakta ini memperlihatkan bahwa dosen dan mahasiswa memiliki motivasi dan kapasitas untuk melakukan penelitian, tetapi terdapat hambatan dalam hal akses pendanaan, kualitas proposal, atau relevansi riset terhadap kebutuhan industri/pemerintah.
Di sinilah gaya kepemimpinan akademik seperti directive dan supportive sangat penting: pemimpin harus memastikan mahasiswa tidak hanya mampu mengajukan riset, tetapi juga memenuhi standar mutu dan relevansi agar proposal berhasil dan hasilnya bisa dihilirisasi.
Selain itu, investasi hilirisasi yang mencapai Rp136 triliun pada kuartal I tahun 2025 menunjukkan bahwa pemerintah dan sektor swasta sangat serius mendorong hilirisasi.
Kepemimpinan akademik yang visioner bisa memanfaatkan momentum ini untuk menetapkan strategi fakultas dan universitas agar riset ekonomi tidak hanya teoritis tetapi juga dikaitkan dengan kebutuhan pembangunan nyata — contohnya riset yang mendukung inovasi ekonomi lokal atau kebijakan fiskal/publik.
Di Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sejak diberlakukannya program afirmasi publikasi ilmiah, mahasiswa berhasil menghasilkan 291 publikasi di jurnal internasional dan nasional bereputasi pada tahun 2024—kenaikan signifikan dibanding tahun 2023 dan 2022. Ini menunjukkan bahwa ketika dosen dan fakultas secara aktif mengambil peran dalam membimbing mahasiswa (gaya directive dan supportive), hambatan publikasi bisa ditekan dan output riset meningkat.
Di Universitas Indonesia, publikasi Scopus telah mencapai 35.803 dokumen per Januari 2025, dengan lebih dari 6.300 dokumen berada di Quartile-1, kategori jurnal internasional terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa institusi dengan kepemimpinan akademik yang memiliki visi internasional dan dengan dukungan fasilitas serta kebijakan yang memfasilitasi publikasi berkualitas tinggi, mampu mendorong mahasiswa dan dosen untuk menghasilkan riset unggulan.
Riset ekstensif yang dilakukan oleh FEB UI terkait hilirisasi tambang (tembaga, bauksit, pasir silika) menyebut bahwa pembangunan smelter dan hilirisasi di berbagai provinsi tidak hanya menambah nilai ekonomi, tetapi juga membuka peluang penelitian ekonomi kebijakan dan lingkungan yang mampu mendorong ekonomi inklusif.
Sektor manufaktur sebagai fokus hilirisasi berhasil menyerap 19,29 juta tenaga kerja pada Agustus 2023, naik dari 15,62 juta pada 2014; proyek hilirisasi di Konawe saja serap sekitar 26.000 orang.
Data ini mempertegas bahwa hilirisasi riset dan produk bukan hanya soal teori atau publikasi, tetapi berdampak langsung pada lapangan kerja dan ekonomi daerah, aspek yang bisa dijadikan indikator pencapaian dalam kepemimpinan akademik (achievement-oriented leadership).
Path-Goal Theory memberikan kerangka konseptual yang kuat bagi kepemimpinan akademik di Indonesia.
Dosen, dekan dan rektor memiliki peran saling melengkapi dalam membimbing mahasiswa, mengarahkan riset ekonomi, serta mendorong hilirisasi hasil penelitian.
Integrasi gaya kepemimpinan directive, supportive, participative dan achievement-oriented terbukti relevan untuk menuntun generasi muda ekonom Indonesia menjadi peneliti yang berkontribusi pada pembangunan dan penguatan kebijakan berbasis bukti.(*)