Pekanbaru, Hariantimes.com - Ketua PWI Riau Raja Isyam Azwar mengapresiasi langkah Tim Paslon Bupati dan Wakil Bupati Siak Dr Afni Z-Syamsurizal yang mengajukan hak jawab kepada media katakabar.com dan koranindragiripos.com terkait pemberitaan yang telah merugikan mereka.
Dikatakan Raja, hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
"Langkah Tim Paslon nomor urut 02 itu sudah sesuai prosedur. Kalau ada media memberitakan tanpa konfirmasi, kemudian yang diberitakan mengajukan hak jawab, media harus memberikan hak jawabnya, begitu prosedurnya," tegas Raja Isyam Azwar, Jumat (07/03/2025).
Raja Isyam mengaskan, pihak yang merasa dirugikan harus menggunakan hak jawab jika ada berita negatif atau menyimpang tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Dan media media bersangkutan wajib memuat hak jawab dari pihak mengajukan keberatan tersebut.
"Kalau hak jawab tidak diberikan oleh media, berarti ada yang dilanggar," sebut Raja.
Untuk itu, saran Raja Isyam, pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh langkah berikutnya, yakni melaporkan ke Dewan Pers.
"Kalau media tidak memberikan hak jawab, pihak merasa dirugikan bisa melaporkannya ke Dewan Pers. Sedangkan untuk wartawannya bisa dilaporkan ke organisasi wartawan yang menaunginya. Kalau wartawannya anggota PWI kita akan beri tindakan, tapi harus ada laporan ke PWI ya," terang Raja.
Raja mengimbau semua pihak untuk menjalankan profesi wartawan secara profesional, dan selalu mempedomani Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku (KP) wartawan dalam menjalankan tugas-tugas Jurnalistik.
"Bila ingin selamat ikutilah aturan. Profesi wartawan itu diatur oleh KEJ dan KP dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai jurnalis," ingat Raja Isyam.
Senada, Ketua SMSI Riau, Luna Agustin mengaku prihatin adanya media online yang memuat berita-berita money politic dengan bebas, tanpa kroscek, tanpa konfirmasi dan klarifikasi. "Berita tanpa konfirmasi akan kebenarannya bisa saja cenderung ke fitnah," kata Luna, Kamis 6 Maret 2025.
Luna mengakui banyak media yang sudah 'salah jalan' dalam memaknai sikap kritis terhadap fenomena di masyarakat.
"Saya baca juga berit-berita itu di beberapa media online, dan memang, beritanya sangat berpihak ke calon tertentu, di sisi lain memojokkan paslon lain. Bahkan sudah mengarah ke fitnah. Sebagai orang media saya sedih. Fungsi pers sebagai kontrol sudah berpindah ke tukang plintir karena memutarbalikkan fakta," ujar Luna.
Di masa reformasi sebutnya, ada istilah “jurnalisme selera rendah” yakni yang mengemas berita gosip, sensasi, konflik dan seks menjadi berita “yang asal laku dijual” tanpa memperdulikan etika, kepatutan, dampak negatif dan kode etik jurnalistik. Ada pula istilah “jurnalisme plintiran”, yang memutarbalikkan fakta dan mencam-puraduk antara fakta dan opini.
"Kalau pers kita, media kita saat ini melakukan hal sama seperti itu, berarti kita kembali ke zaman puluhan tahun lalu. Ini tentu sebuah kemunduran. Media harusnya jujur, independen dan menjaga integritas. Jangan untuk membela kepentingan pihak lain, media sampai mengorbankan integritasnya," ujar Luna.
Selain itu Luna mengingatkan juga implikasi hukum dari berita-berita yang terbit tanpa mematuhi KEJ. Bila pihak yang dirugikan atas sebuah pemberitaan melaporke Dewan Pers (DP), DP bisa saja memberi sanksi atau peringatan kepada jurnalis atau media yang melanggar kode etik. Media dapat dikenai denda jika terbukti melanggar undang-undang, seperti hukum pencemaran nama baik.
"Jadi sanksinya tidak main-main jika media terbukti melakukan pelanggaran KEJ. Sanksinya bisa saja pada wartawan atau media bersangkutan," tegas Luna.(*)